Google Ingin Sensor Konten Kebencian di Internet
- REUTERS/Shannon Stapleton
VIVA.co.id - Perusahaan internet raksasa Google ingin menyensor ujaran kebencian yang ada platformnya. Keinginan ini merupakan salah satu cara untuk memerangi potensi terorisme di platform online.
Gagasan tersebut disampaikan langsung oleh Chairman Google, Eric Schmidt dalam sebuah opini di New York Times. Dikutip dari Daily Mail, Kamis, 10 Desember 2015, komentar salah satu bos Google itu menyusul permintaan Gedung Putih yang menginginkan agar komunitas teknologi dunia bertindak melawan terorisme dengan sumber daya mereka masing-masing.
Schmidt mengatakan perusahaan teknologi bisa melakukan keinginan Gedung Putih tersebut. Bos Google itu mengatakan perusahaan teknologi punya platform yang bisa dipakai untuk menyasar misalnya akun media sosial teroris dan melumpuhkan konten video ekstrimis.
"Itu adalah tanggung jawab kita untuk menunjukkan stabilitas dan ekspresi bebas bisa saling membantu," tulis Schmidt dalam tulisannya.
Dia mengatakan, komunitas teknologi punya tugas untuk memerangi terorisme dengan menggunakan tool maupun algoritma yang bisa mendeteksi konten bernada kebencian terhadap sebuah entitas, yang sering dipropagandakan kelompok teroris. Menurut dia, perusahaan teknologi bisa menggunakan tool yang bisa mendeteksi dan memeriksa konten kebencian, agar tidak makin viral di platform online.
Bos Google itu juga menambahkan agar semua komunitas teknologi membangun tool yang bisa membantu menurunkan ketegangan dan kebencian di media sosial.
Meski mengusulkan sebuah tool seperti pemeriksa konten kebencian, tapi Schmidt tak memberikan detail khusus tool pemeriksa kebencian yang dimaksud tersebut.
Dalam tulisannya Schmidt mengatakan kemajuan teknologi dan meluasnya akses online telah menjadi berkah sekaligus tantangan bagi dunia. Sebab teknologi dan internet bisa melahirkan ancaman, menyebarluaskan kebebasan berpendapat, tapi juga bisa menimbulkan rasa cemas atas pengawasan dan aktivitas teroris pada platform online.
"Bagi semua orang yang baik bisa melakukan dengan tool dan penemuan baru, tapi selalu ada beberapa orang yang akan berusaha melakukan kejahatan," kata dia.
Sementara gagasan Schmidt untuk melahirkan algoritma yang mendeteksi ujaran kebencian dipandang masyarakat akan susah diterapkan.
Sebelumnya, Presiden AS, Barack Obama pada pekan lalu telah meminta perusahaan teknologi dan media sosial untuk memutus akses saat pengguna melancarkan aktivitas teroris pada platform mereka.
Sementara calon Presiden AS dari Partai Demokrat, Hillary Clinton akhir pekan lalu juga meminta perusahaan teknologi untuk menolak akses online bagi kelompok teroris.
Diketahui beberapa kelompok esktrimis telah menggunakan platform video dan media sosial untuk menyebarkan propaganda mereka dan menunjukkan aksi pembantaian mereka.