Peneliti: Mudahnya Mengenal Orang di Dunia Maya
- Viva.co.id/Agus Tri Haryanto
VIVA.co.id - Interaksi manusia pada dasarnya terjadi, bila saling berhadapan dan mengenal satu sama lain. Namun, peneliti mengungkapkan bahwa kita sebenarnya bisa berinteraksi dengan orang yang berada di ujung dunia melalui jejaring sosial.
Jejaring sosial yang dimaksud, yaitu koneksi perkenalan satu orang ke orang lainnya, begitu selanjutnya. Ini menciptakan jejaring sosial, meski kita belum bertemu dengan orang tersebut.
Berkat adanya jejaring sosial perkenalan ini, peneliti menyebutkan bahwa kita hanya butuh enam kali jabatan tangan (lompatan) untuk mengenal orang tersebut, meski dia tidak mengenal kita dan berada jauh di ujung dunia.
"Enam kali lompatan ini, maksudnya rata-rata perkenalan. Anda kenal dengan saya, kemudian saya kenal dengan yang anda maksud, sehingga kita sering bilang 'dunia itu kecil, atau sempit ya'. Jadi, enam jabatan tangan itu rata-rata saja, bisa lebih bisa kurang dari enam lompatan," ujar Peneliti Universitas Indonesia Roby Muhamad di Hotel Aryaduta, Tugu Tani, Jakarta, Senin 12 Oktober 2015.
Interaksi tersebut, sering terjadi dalam jejaring sosial yang muncul sebagai konsekuensi interaksi antarindividu. Kita, kata Roby, menyebutnya sebagai fenomena sosial.
Sebelumnya, para ilmuwan sudah mempelajari mengenai jejaring sosial manusia tetapi biasanya dalam skala kecil. Namun, saat ini, dengan kemajuan teknologi digital, para ilmuwan dapat mempelajari struktur dan dinamika jejaring sosial dalam skala besar.
Sementara itu, bila menyinggung dunia digital, interaksi lompatannya malah lebih kecil. Dikatakannya, interaksi di dunia maya seperti di media sosial hanya membutuhkan 1,5 kali lompatan saja.
"Kalau digital kan lebih instan. Jarak antarindividu hanya 1,5. Artinya, dunia digital itu konektivitasnya makin tinggi, maka banyak hal yang cepat menyebar di internet. Contohnya, Briptu Norman yang waktu itu heboh di internet, namun lama kelamaan menghilang cepat juga," jelas pria berkacamat ini.
Roby melanjutkan, jejaring sosial yang terjadi di dunia digital ini cenderung cepat menyebar, tetapi cepat juga menghilangnya.
"Karena di dunia digital itu, fluktuasinya tinggi seiring konektivitasnya yang semakin tinggi. Misalnya, kemarin heboh dengan kabut asap, terus tergantikan dengan revisi Undang-undang KPK. Nanti, lagi akan tergantikan lagi dengan isu yang lain," tutur dia.
Roby menjelaskan, meski fenomena sosial ini belum terlalu populer dengan penelitian lainnya tapi dampaknya cukup besar. Salah satunya dapat menggantikan metode survei apabila dikaitkan dengan dunia digital.
"Untuk mengetahui masyarakat makan apa sih kalau makan siang. Kalau survei dengan jumlah ribuan orang kan lama, tetapi kalau memanfaatkan dunia sosial, seperti di Twitter, kita dapat mengetahuinya perilaku masyarakat dengan meminta datanya. Bahkan, kita dapat data jutaan orang hanya lihat perilakunya lewat media sosial," ucapnya.
Keberadaan internet, tambah dia, memberikan dampak cukup menarik bagi pengumpul data. Sebab, dunia maya itu bisa memberikan data perilaku manusia dalam waktu cepat dengan skala besar.
"Untuk pertama kalinya dalam sejarah, kita dapat data perilaku manusia dalam skala besar. Internet kan memang membuat kita saling terkoneksi," jelas dia. (asp)