5 Bahaya Ancam Indonesia

Serangan siber.
Sumber :
  • www.pixabay.com/bykst

Jakarta, VIVA – Lima serangan siber diprediksi akan menjadi ancaman nyata untuk Indonesia dan kawasan Asia Tenggara (ASEAN) pada 2025. Mulai dari deepfake hingga keamanan kuantum.

Penegak Hukum AS Salah Tangkapi Orang Gegara Andalkan AI

"Tujuan prediksi dipaparkan untuk membantu masyarakat, pelanggan, dan semua orang agar siap dalam posisi proaktif. Karena ini adalah ancaman potensial," kata Regional Vice President Palo Alto Networks ASEAN, Steven Scheurmann, Rabu, 15 Januari 2025.

Prediksi pertama adalah infrastruktur keamanan siber akan semakin terpusat pada platform terpadu. Saat ini, banyak organisasi di sektor swasta maupun publik menggunakan puluhan alat keamanan berbeda, di kawasan ASEAN rata-rata 30 hingga 40 produk.

Banyak Pekerjaan Diambil Alih AI, 5 Karier Ini Justru Punya Masa Depan Cerah

Namun, dia melihat bahwa tren ini mulai bergeser ke arah konsolidasi. Tujuan utama dari platform terpadu adalah untuk memberikan wawasan yang lebih baik, prediksi yang lebih akurat, respons yang lebih cepat, serta kemampuan untuk bertindak secara proaktif.

Platform ini juga diharapkan dapat mengatasi masalah lambatnya waktu respons terhadap insiden keamanan. Dengan langkah ini, organisasi tidak hanya bersikap reaktif terhadap ancaman siber, tetapi juga proaktif mencegah serangan siber sebelum terjadi.

2 Agenda Besar Rampung Jelang Lebaran

Prediksi kedua adalah penggunaan deepfake yang akan menjadi umum digunakan, terutama untuk penipuan berbasis suara dan video. Deepfake adalah foto, video, dan audio yang diedit atau dibuat menggunakan perangkat kecerdasan buatan (AI).

Steven mengatakan kemajuan dalam teknologi AI generatif memungkinkan deepfake diciptakan dengan mudah, sehingga dapat menyerupai suara atau wajah individu secara realistis. Hal ini berpotensi digunakan untuk mengelabui organisasi atau individu melalui email atau pesan suara palsu.

"Jadi, deepfake akan menjadi lebih umum, terutama untuk penipuan suara. Kita sudah melihat ini terjadi di mana-mana," kata dia.

Prediksi ketiga adalah tentang keamanan kuantum yang merupakan topik relatif baru. Steven berpandangan bahwa meskipun saat ini belum ada serangan besar yang memanfaatkan teknologi kuantum, namun potensi dari ancaman ini tidak boleh diabaikan.

Teknologi kuantum memungkinkan peretas untuk mengumpulkan data saat ini dan mendeskripsinya di masa depan.

"Mereka sangat-sangat sabar. Mereka mungkin menyerang hari ini, mungkin besok, mungkin 10 tahun lagi. Intinya, keamanan kuantum akan digunakan untuk mengumpulkan data sekarang, dan memanen dan mendeskripsinya nanti. Mereka akan menunggu kesempatan untuk menyerang," ucapnya.

Prediksi keempat adalah transparansi di era AI. Steven menilai transparansi menjadi elemen utama dalam menjaga kepercayaan pelanggan di era AI.

Dia mengatakan saat ini di berbagai negara, seperti Amerika Serikat (AS), Australia, dan Singapura, apabila terjadi insiden mengenai penggunaan AI, maka transparansi harus dilakukan.

"Bagaimana data digunakan? Bagaimana perlindungan format? Bagaimana data dibagikan? Sangat penting untuk ada transparansi," kata Steven.

"Jadi, sebagai tanggapan terhadap AI, banyak regulator sekarang meminta secara hukum. Jadi ada peraturan baru. Harus ada transparansi, harus ada laporan, harus ada kepatuhan, harus ada kebijakan baru. Jadi ini akan lebih banyak kita lihat di tahun 2025, dan itu sangat penting," sambung dia.

Prediksi kelima mengenai integritas produk dan keamanan rantai pasokan. Saat ini, masyarakat hidup dalam dunia yang terintegrasi. Dia mencontohkan negara Singapura, di mana semua data seperti catatan kesehatan, pajak, alamat, paspor, hingga kredensial saling terhubung.

Oleh karena itu, dia menilai bahwa integritas rantai pasokan dan produk menjadi sangat penting. Organisasi, termasuk di Indonesia, diyakini akan semakin banyak menggunakan aplikasi dan memasukkannya ke dalam cloud.

"Rantai pasokan, bagaimana data akan digunakan, semua bagian yang menjadi bagian dari interkoneksi dan integrasi itu, pemantauan real-time, dan bagaimana berbagai pihak ketiga ini terhubung dan potensi ancaman kompromi, sangat penting sekarang karena semuanya begitu digital. Jadi ini sangat penting," ujar dia.

Ilustrasi suara atau audio.

Bahaya Deepfake Suara

Deepfake berbasis suara akan menjadi ancaman siber pada 2025.

img_title
VIVA.co.id
15 Januari 2025