Pemerintah Akan Terus Awasi Konten Ilegal Facebook dan Instagram

Facebook, Messenger, Instagram dan WhatsApp.
Sumber :
  • Small Caps

Berlin, VIVA – Pemerintah akan terus mengawasi konten ilegal Facebook dan Instagram, lantaran akan dihapusnya divisi pengawasan konten di kedua media sosial tersebut di Amerika Serikat (AS) oleh Bos Meta Mark Zuckerberg.

Pemerintah Gandeng Qatar Bangun 1 Juta Rumah, Diprioritaskan untuk Kalangan Menengah Bawah di Lokasi Ini

Pemerintah yang dimaksud adalah Jerman dan Uni Eropa. Mereka tetap mewajibkan pengawasan konten oleh platform media sosial.

Mark Zuckerberg, dalam sebuah pesan video mengumumkan, di masa depan ia tidak akan menghapuskan divisi pemeriksaan konten di Facebook atau Instagram di AS.

KPK Respon Permintaan Prabowo supaya Aktif Awasi Pelaksanaan Haji

Meta adalah induk perusahaan Facebook, Instagram, dan WhatsApp.

Namun, Mark Zuckerberg juga mengatakan, Meta akan merevisi secara signifikan kebijakan moderasi kontennya dan mengakhiri program pemeriksaan fakta.

Pemerintah Diminta Perhatikan Tunjangan Kinerja Dosen ASN

"Kita sekarang telah mencapai titik di mana telah terjadi terlalu banyak kesalahan, dan terlalu banyak penyensoran. Nah, kebijakan terbaru ini adalah bagian dari usaha memperjuangkan kebebasan berpendapat," katanya, seperti dikutip dari situs DW, Kamis, 9 Januari 2025.

Selama ini Meta membayar karyawan kantor berita besar seperti AFP dan Reuters untuk pemeriksaan fakta kontennya.

Tapi, bukan rahasia lagi, Presiden Terpilih AS Donald Trump yang akan segera dilantik, berulangkali mengkritik Facebook karena melakukan pengecekan fakta.

Belakangan, karena khawatir bisnisnya terhambat, Mark Zuckerberg berusaha mendekati Trump dengan berbagai cara. Keputusannya pun menyebabkan kemarahan di kalangan pakar Internet Jerman dan Eropa.

Di Jerman dan Uni Eropa, reaksi terhadap pengumuman tersebut masih hati-hati, karena kebijakan yang diumumkan bos Meta itu saat ini hanya berlaku untuk AS.

Undang-Undang Layanan Digital Eropa, yang dikenal sebagai Digital Service Act (DSA) juga memberlakukan peraturan yang lebih ketat atas konten platform media sosial daripada di AS.

Meskipun pemeriksaan fakta tidak disebutkan secara eksplisit dalam DSA, undang-undang di seluruh Uni Eropa mewajibkan platform online besar untuk mengambil tindakan terhadap ujaran kebencian (hate speech) dan konten ilegal lainnya di internet.

Bila terjadi pelanggaran, perusahaan internet akan dikenakan denda hingga enam persen dari omset global tahunan mereka.

Undang-undang ini telah berlaku di Jerman sejak Mei 2024. Menteri Urusan Digital Jerman, Volker Wissing, juga merujuk pada perbedaan antara Uni Eropa dan AS dan mengomentari pengumuman Mark Zuckerberg.

"Kami menanggapi hal ini dengan sangat serius. Kami selalu berada dalam posisi untuk bertindak tegas dan menyesuaikan regulasi jika kami melihat bahwa perusahaan seperti Meta tidak memenuhi kewajiban yang aman dan terverifikasi. Kami tidak akan membiarkan diri kami dan demokrasi kami diganggu oleh hal ini," jelasnya.

Juru Bicara Kanselir Jerman, Steffen Hebestreit, mengungkapkan pandangan serupa. "Kami memiliki keyakinan penuh pada Komisi Uni Eropa untuk melakukan tugasnya," tutur dia.

Pakar Digital Markus Beckedahl menggambarkan keputusan Mark Zuckerberg sebagai 'perubahan 180 derajat'.

Di televisi Jerman, Beckedahl, pendiri dan pemimpin redaksi blog "Netzpolitik.org" dan salah satu penggagas konferensi "Re:Publica", menyebut langkah bos Meta itu sebagai 'bertekuk lutut' kepada Donald Trump dan pemerintahannya yang baru.

"Hampir semua keinginan dan tuntutan Partai Republik, seperti penghapusan pemeriksaan fakta dan penegakan kebebasan berbicara radikal di semua platform, sekarang juga menjadi kebijakan Meta," tegas Beckedahl.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya