Era Baru atau Kiamat? Dampak AI Terhadap Keterampilan Menulis Manusia
- freepik.com/wirestock
Jakarta, VIVA – Penggunaan kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI) untuk menulis, baik di tempat kerja maupun sekolah, akan mengakibatkan sebagian besar orang kehilangan keterampilan tersebut.
Pakar komputer Paul Graham memprediksi jika AI tidak dibatasi, maka manusia tidak akan bisa menulis dalam waktu tak lama lagi.
"Ini (penggunaan AI secara masif) jelas akan menimbulkan masalah. Karena menulis itu artinya berpikir. Alasan mengapa banyak orang mengalami kesulitan menulis adalah karena pada dasarnya menulis itu sulit. Untuk menulis dengan baik maka Anda harus berpikir jernih. Dan, sekali lagi, berpikir jernih itu sulit," tegasnya, seperti dikutip dari situs Russia Today, Senin, 4 November 2024.
Namun, perkembangan teknologi telah memungkinkan orang untuk mengalihdayakan penulisan ke AI, sehingga tidak perlu lagi belajar cara menulis dengan baik, atau menyewa seseorang untuk melakukannya, bahkan menjiplak sekali pun.
"Biasanya, saya enggan membuat prediksi tentang teknologi. Tapi, saya cukup yakin tentang yang satu ini. Dalam beberapa dekade mendatang, tidak akan banyak orang yang bisa menulis," kata Paul Graham.
Keterampilan sering kali menghilang saat teknologi menggantikannya. Lagi pula, lanjut dia, 'tidak banyak pandai besi yang tersisa, dan tampaknya hal itu bukan masalah'. Akan tetapi, apabila orang tidak bisa menulis maka itu adalah buruk.
"Dunia yang terbagi antara kaum intelektual dan non-inovator lebih berbahaya daripada kedengarannya. Dunia ini akan menjadi dunia yang terdiri dari kaum intelektual dan non-inovator," paparnya.
Hal ini tidak akan menjadi situasi yang belum pernah terjadi sebelumnya, di mana ia merujuk pada masa praindustri ketika 'mayoritas pekerjaan membuat orang menjadi kuat'.
"Kalau Anda ingin menjadi kuat maka harus berolahraga. Jadi, masih ada orang-orang yang kuat, tapi hanya mereka yang memilih untuk menjadi kuat. Sama hal yang akan terjadi dalam dunia menulis. Akan tetap ada orang-orang yang cerdas, namun hanya mereka yang memilih untuk menjadi kuat," ungkap Paul Graham.
Menurut survei terbaru yang dikeluarkan Digital Education Council, sekitar 86 persen siswa dan siswi menggunakan AI dalam pembelajaran.
Sementara 28 persen dari mereka menggunakan teknologi untuk memparafrasekan dokumen, sedangkan 24 persennya menggunakan AI untuk membuat draf pertama.