Kenapa Seseorang Selingkuh? Peneliti Ungkap Hubungan Hormon dan Psikologis

Ilustrasi pria selingkuh.
Sumber :
  • inmagine

Jakarta, VIVA – Fenomena perselingkuhan kerap kali ditemukan dalam hubungan, hal itu kemudian membuat kita bertanya-tanya mengapa seseorang yang tampaknya berkomitmen bisa tergoda untuk mengkhianati pasangan mereka?

Sempat Alami KDRT Depan Anak, Istri Labrak Suami Sedang Selingkuh di Tempat Umum

Di balik keputusan yang terlihat sederhana ini, berdasarkan penelitian, ternyata ada faktor psikologis dan biologis yang kompleks sehingga mempengaruhi seseorang untuk selingkuh.

Lebih dari sekadar ketertarikan atau kesempatan, kombinasi hormon tertentu dalam tubuh bisa menjadi penyebab mendalam di balik perilaku tidak setia.

Di Balik Topeng Keberhasilan: Kisah Nyata Burnout di Dunia Finansial

Sebuah penelitian yang dipublikasikan dalam Journal of Experimental Psychology: General, memberikan wawasan baru tentang bagaimana hormon bisa memainkan peran besar dalam perilaku manusia.

Berdasarkan penelitian tersebut, hormon reproduksi testosteron dan hormon stres kortisol dapat memainkan peran penting dalam perilaku seseorang, termasuk dalam keputusan untuk selingkuh.

Meminta Maaf Saja Tak Cukup: Cara Memulihkan Hubungan Setelah Perselingkuhan

Ketika kadar testosteron meningkat, seseorang mungkin merasakan dorongan lebih besar untuk mencari kepuasan dan penghargaan, dengan risiko yang sering kali diabaikan.

Di sisi lain, kortisol yang tinggi akibat stres berkepanjangan dapat membuat seseorang lebih rentan mencari pelarian atau ‘jalan keluar’ dari ketegangan emosional.

Kombinasi hormon ini menciptakan keadaan di mana seseorang tidak hanya merasa berani untuk berbuat curang tetapi juga merasa memiliki pembenaran untuk melakukannya.

"Baru-baru ini penelitian mengungkapkan betapa kuat dan luasnya pengaruh sistem endokrin terhadap perilaku manusia," kata Robert Josephs, profesor psikologi Universitas Texas dikutip India Times.

Selain itu, peningkatan testosteron menurunkan rasa takut akan konsekuensi negatif dan memperkuat fokus pada penghargaan. Orang dengan kadar hormon ini cenderung mencari kepuasan.

Sedangkan kortisol mendorong mereka ke situasi yang bisa meredakan stres, meski sifatnya sementara. Inilah sebabnya mengapa mereka yang berada di bawah tekanan atau stres yang berlebihan, jika ditambah dengan dorongan hormonal yang kuat, seringkali tergoda untuk melanggar batas komitmen mereka.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya