Jangan Pakai ChatGPT untuk Diagnosa Medis kalau Tak Mau Menyesal

ChatGPT.
Sumber :
  • Getty Images

Jakarta, VIVA – ChatGPT, chatbot yang didukung oleh kecerdasan buatan (AI), sering digunakan untuk berbagai keperluan, termasuk mencari informasi medis.

Namun, hasil sebuah penelitian terbaru menunjukkan bahwa menggunakan ChatGPT untuk diagnosa medis bisa jadi keputusan yang kurang bijak.

Sebab, akurasi ChatGPT dalam memberikan diagnosa medis hanya sekitar 49 persen, atau kurang dari setengahnya. Dengan kata lain, hampir separuh dari diagnosa yang diberikan oleh chatbot ini bisa saja salah.

Para ilmuwan yang melakukan penelitian ini meminta ChatGPT, yang menggunakan model GPT 3.5, untuk menganalisis 150 kasus medis yang diambil dari situs medis terkemuka, Medscape.

Hasilnya cukup mengecewakan, di mana ChatGPT hanya mampu memberikan diagnosa yang benar pada kurang dari setengah kasus. Ini tentu saja jauh dari kata memuaskan, apalagi jika menyangkut kesehatan seseorang.

Ilustrasi pelayanan medis.

Photo :
  • Pixabay

Meski teknologi AI ini pernah dinyatakan lulus dalam Ujian Lisensi Medis Amerika Serikat (USMLE), para peneliti memperingatkan agar tidak terlalu mengandalkan chatbot ini untuk kasus medis yang rumit.

Dr. Amrit Kirpalani, seorang dokter spesialis anak, menekankan bahwa ChatGPT belum bisa menggantikan peran dokter.

Simak Obrolan Erick Thohir dengan Bos NVIDIA Jensen Huang soal Ekosistem AI Indonesia

"Jika orang merasa takut, bingung, atau tidak bisa mengakses perawatan, mereka mungkin akan bergantung pada alat seperti ChatGPT untuk mendapatkan nasihat medis. Ini bisa berbahaya jika mereka menganggap nasihat tersebut benar," katanya yang dikutip dari Live Science, Senin, 19 Agustus 2024.

Papua Akan Jadi Pusat AI

OpenAI ChatGPT.

Photo :
  • Richard Drew

Kemampuan ChatGPT dalam memberikan informasi medis didasarkan pada data yang dikumpulkan dari berbagai sumber online.

Kolaborasi untuk Percepat Adopsi AI di Indonesia

Namun, cara kerja AI seperti ChatGPT adalah mengenali pola dari data tersebut dan memprediksi jawaban yang mungkin sesuai.

Sayangnya, AI ini masih sering membuat kesalahan atau bahkan memberikan jawaban yang tidak berdasar, yang bahkan disebut "berhalusinasi" oleh para ahli.

Dalam penelitian ini, ChatGPT diberi berbagai studi kasus medis yang menantang, termasuk riwayat pasien, hasil pemeriksaan fisik, dan gambar dari laboratorium.

AI ini kemudian diminta untuk memilih satu dari empat kemungkinan jawaban dan memberikan diagnosis serta rencana perawatan.

Akan tetapi, hasilnya menunjukkan bahwa ChatGPT lebih sering salah dalam memberikan diagnosa yang benar.

Meskipun demikian, para peneliti juga mengakui bahwa AI seperti ChatGPT masih memiliki potensi dalam dunia medis, terutama sebagai alat bantu dalam mengajar mahasiswa kedokteran atau memberikan informasi kepada pasien.

Namun, penggunaannya harus disertai dengan pengawasan ketat dan pengecekan fakta yang menyeluruh.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya