Ramai-ramai Menambang di Laut Dalam
- www.pixabay.com
Jakarta, VIVA – Logam dan tanah jarang dalam jumlah besar tersimpan di laut dalam. Namun, penambangan dapat secara permanen merusak sistem kelautan yang sensitif.
Apa langkah selanjutnya untuk penambangan laut dalam?
Otoritas Dasar Laut Internasional (ISA), yang berkantor pusat di Kingston, Jamaika, tengah menyusun seperangkat aturan untuk mengatur ekstraksi bahan mentah dari dasar laut.
Meskipun telah membahas masalah ini selama berminggu-minggu, masih banyak pertanyaan yang belum terjawab.
ISA ingin menetapkan aturan yang mengikat untuk penambangan laut dalam pada 2025 karena tanpa aturan tersebut, penambangan bawah air tidak dapat dimulai.
Pembahasan perjanjian tersebut telah berlangsung selama beberapa tahun, seperti dikutip dari situs DW, Selasa, 13 Agustus 2024.
Namun, dalam perundingan terakhir di Dewan ISA di Jamaika pada akhir Juli 2024, terlihat jelas bahwa sebagian besar peraturan tersebut masih kontroversial, termasuk pertanyaan tentang bagaimana kerusakan lingkungan bisa dihindari dan pengawasan bawah air dapat diatur.
Beberapa negara, termasuk Jerman, Brasil, dan negara Kepulauan Palau, menyerukan agar tidak ada peraturan yang diterapkan untuk penambangan laut dalam sampai dampak lingkungannya diteliti lebih lanjut.
Di sisi lain, China – bersama Nauru, Norwegia, dan Jepang – mendorong tercapainya kesepakatan lebih cepat sehingga penambangan dapat segera dimulai. Namun, prosesnya mungkin memerlukan waktu.
Sebanyak 32 dari 169 negara yang tergabung dalam ISA kini menyerukan jeda, moratorium atau bahkan larangan penambangan laut dalam.
Namun, terlepas dari kekhawatiran tersebut, grup Kanada The Metals Company (TMC), telah mengumumkan bahwa mereka akan mengajukan permohonan penambangan laut dalam untuk tujuan komersial ke ISA tahun ini.
Penambangan laut dalam terutama dilakukan untuk mengekstraksi nodul mangan dan mineral lainnya dari dasar laut lepas. Luasnya mencakup separuh lautan di dunia.
Dengan anak perusahaannya di negara Kepulauan Nauru, TCM ingin aktif di zona Clarion-Clipperton di Pasifik mulai 2026.
Daerah-daerah ini diklasifikasikan sebagai "warisan bersama umat manusia" di mana bahan mentah di sana bukan milik satu negara, tetapi milik semua orang.
ISA bertanggung jawab untuk mengelola dan memantau pertambangan di wilayah ini sesuai dengan Konvensi PBB tentang Hukum Laut.
Hingga saat ini, ISA telah mengeluarkan 31 izin untuk mengeksplorasi wilayah tertentu. Lima di antaranya diberikan ke perusahaan China. Namun, banyak negara lain, seperti Jerman, India, dan Rusia, juga terlibat dalam eksplorasi.
Norwegia ingin memulai penambangan laut dalam sesegera mungkin di Atlantik Utara antara Greenland dan Svalbard. Jepang juga merencanakan penambangan laut dalam di wilayah nasionalnya.