Masif Diblokir, tapi Kenapa Situs Pornografi Masih Bisa Diakses
- pixabay
VIVA Tekno – Situs pornografi di Indonesia masih terus menjadi perhatian khusus masyarakat terutama para orangtua, karena mudah diakses oleh anak-anak.
Kemudahan akses terhadap situs pornografi ini ditakutkan dapat mempengaruhi masa depan anak-anak. Kok, masih bisa diakses?
Padahal, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) sangat masif men-take down atau blokir situs-situs tersebut.
Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik Kemenkominfo Usman Kansong mengaku ada dua penyebab.
Pertama, masyarakat menggunakan VPN (virtual private network). VPN memungkinkan para penggunanya dapat tersambung ke layanan internet secara pribadi.
VPN dikatakan mampu memberikan akses secara aman melalui koneksi server dengan menyembunyikan jejak data pribadi pemakainya.
Layanan koneksi VPN memberikan Anda sebagai penggunanya akses ke website secara aman atau secure dan pribadi atau private dengan mengubah jalur koneksi dengan server dan menyembunyikan pertukaran data.
“Kita sudah punya mekanisme untuk mencegah pornografi masuk. Ada filtering. Kenapa masih ada, ya, salah satunya karena pakai VPN. Itu dilarang sebenarnya," ungkap Usman Kansong di Jakarta, Kamis, 11 Juli 2024.
Kedua, karena menyebar dari aplikasi private seperti WhatsApp, Telegram hingga Messanger, lalu menyusup ke aplikasi publik.
"Di negara kita kan pornografi dilarang dalam berbagai bentuk. Bisa saja ketika pengguna ke negara lain terus mengakses, kemudian download, disimpan, lalu disebarluaskan secara personal,” tuturnya.
Usman Kansong mengungkap bahwa kejahatan akan mencari jalannya sendiri. Dalam hal ini situs pornografi akan tetap bisa diakses oleh masyarakat secara luas. Maka dari itu sangat penting melakukan pertahanan diri.
Ia juga menjelaskan kalau hingga saat ini Kemenkominfo belum mengetahui apakah ada teknologi yang bisa mencegah konten maupun situs pornografi di media sosial.
"Mencegah itu kebijakan sebenarnya teknologi media sosial tidak seperti media konvensional. Media konvensional itu ada mekanisme editing, mekanisme seleksi, tapi kalau media online baru kita atur di UU ITE revisi kedua pasal 16 Penyelenggara Sistem Elektronik yang punya tiga mekanisme, yakni verifikasi, klasifikasi, dan pengaduan,” jelasnya.