Pornografi Terbanyak Kedua yang Diblokir Setelah Judi Online

Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik Kemenkominfo Usman Kansong.
Sumber :
  • VIVA/Luzman Rifqi Karami

VIVA Tekno – Kasus kekerasan gender berbasis online (KGBO) di Indonesia belakangan terus menyita perhatian publik.

Jangan Tergoda Judol! Intip Strategi Jaga Stabilitas Keuangan saat Angka Kelas Menengah Turun

Kekerasan ini merupakan serangan terhadap tubuh, seksualitas, dan identitas gender seseorang yang difasilitasi teknologi digital.

Data menyebutkan ada sekitar 281 kasus yang tercatat sepanjang 2019. Sementara itu terdapat 659 kasus dalam rentan waktu 10 bulan terakhir.

Korea Selatan Gencar Tangkap Pelaku Pornografi Deepfake, Sudah Ribuan Orang Terlibat

Kekerasan berbasis gender online di Indonesia yang marak ditemukan itu seperti contoh kasus seorang pelajar dijebak untuk mengirimkan gambar mereka dalam keadaan tanpa pakaian melalui media sosial.

Kemudian, diekploitasi secara seksual lewat internet. Ramainya kasus tersebut membuat pihak Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) tidak tinggal diam.

Kemenkominfo Terima 572 Ribu Aduan soal Penipuan Online

Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik Kemenkominfo Usman Kansong mengungkapkan mekanisme pertama yang dilakukan adalah dengan menggunakan teknologi kecerdasan buatan (AI).

"Kita sebut automatic identification system. Jadi, alat ini secara otomatis menjaring konten-konten negatif termasuk dalam hal ini pornografi, kekerasan. Dari mesin itu nanti diidentifikasi,” kata dia di Jakarta, Kamis 11 Juli 2024.

Selain itu, Kemenkominfo juga melakukan mekanisme cyber patrol. Sebuah tim yang bekerja selama 24 jam untuk memantau konten-konten negatif di media sosial.

"Kita punya tim tiga shift yang bekerja 24 jam mantau ruang digital, mencari dengan keyword tertentu, dan algoritma tertentu," ungkapnya.

Lalu, mekanisme ketiga adalah laporan dari masyarakat melalui situs resmi Kemenkominfo, konten.id. Pelaporan ini punya peran penting untuk menelusuri konten-konten bersifat negatif yang didistribusikan melalui channel-channel bersifat privasi di masyarakat.

"Pelaporan masyarakat ini penting terutama untuk konten-konten didstribusikan melalui aplikasi privat seperti WhatsApp Messanger atau MiChat, Telegram, karena mesin kita tidak mampu menembus aplikasi privat karena enkripsi. Patroli siber tidak masuk ke situ makanya laporan masyarakat sangat penting," jelasnya.

Tiga mekanisme tersebut, lanjut Usman Kansong, setelah diidentifikasi lalu akan dipastikan oleh pihaknya apakah benar konten tersebut berisikan konten negatif atau tidak.

Jika memang ternyata setelah diverifikasi benar, maka Kemenkominfo akan meminta langsung platform yang terlibat untuk men-take down konten tersebut.

"Kita harus pastikan konten itu negatif dan setelah itu minta platform untuk take downKalau website kita bisa langsung melakukan take down. Pornografi ada di urutan kedua yang paling banyak di-take down setelah judi online," tegas dia.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya