Cuaca Cepat Berubah, Normalkah
- Pixabay
VIVA Tekno – Fenomena cuaca yang cepat berubah seperti hujan deras di musim kemarau telah memicu banyak pertanyaan.
Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati menegaskan bahwa perubahan cuaca yang tiba-tiba ini adalah hal yang normal di Indonesia.
Menurutnya, letak geografis Indonesia yang berada di antara dua benua, Australia dan Asia, serta dua samudra, Pasifik dan Hindia, menjadikan negara ini memiliki dua musim yang berbeda, yaitu musim hujan dan musim kemarau.
Angin monsun barat dari Asia menyebabkan musim hujan, sementara angin monsun timur dari Australia yang kering membawa musim kemarau.
"Letak geografis ini menjadikan Indonesia memiliki dua musim yang berbeda, yaitu musim hujan dan musim kemarau. Angin monsun barat dari Benua Asia membuat Indonesia mengalami musim hujan. Sementara secara umum, musim kemarau di Indonesia berkaitan dengan aktifnya angin monsun timur dari Australia yang bersifat kering," ungkap Dwikorita Karnawati, seperti dikutip dari laman BMKG, Kamis, 11 Juli 2024.Meskipun sedang musim kemarau, bukan berarti hujan tidak turun sama sekali. Ia menjelaskan bahwa curah hujan di suatu tempat dianggap rendah jika kurang dari 50 mm per dasarian dan terjadi minimal tiga dasarian berturut-turut. Musim kemarau di Indonesia tidak terjadi serentak di seluruh wilayah dan memiliki durasi yang berbeda-beda.
Berdasarkan pemantauan BMKG hingga akhir Juni 2024, sebanyak 43 persen zona musim di Indonesia sedang mengalami musim kemarau.
Puncak musim kemarau diperkirakan terjadi pada Juli dan Agustus 2024, mencakup 77,27 persen wilayah zona musim. Namun, musim kemarau di beberapa wilayah tetap bisa hujan karena berbagai faktor iklim lainnya.
Dwikorita Karnawati juga menjelaskan bahwa keragaman iklim di Indonesia tidak hanya dipengaruhi oleh musim, tetapi juga oleh faktor global seperti El Nino/La Nina, faktor regional seperti Madden Julian Oscillation (MJO), dan faktor lokal seperti angin darat-angin laut.
Interaksi berbagai faktor ini seringkali menyebabkan cuaca yang berubah-ubah. “Sebuah kejadian cuaca, umumnya merupakan hasil interaksi dari berbagai faktor tersebut," tuturnya.
Dalam beberapa hari terakhir, hujan lebat terjadi di beberapa wilayah Indonesia seperti Banten, Jawa Barat, Jakarta, dan Maluku.
Hal ini disebabkan oleh dinamika atmosfer skala regional yang cukup signifikan, termasuk aktivitas fenomena MJO, Gelombang Rossby Ekuatorial, dan Gelombang Kelvin.
Fenomena MJO adalah dinamika atmosfer yang terjadi di wilayah tropis, di mana sistem awan hujan bergerak di sepanjang khatulistiwa dari Samudra Hindia ke Samudra Pasifik, melewati wilayah Indonesia.
MJO, lanjut Dwikorita Karnawati, bersifat temporal dan akan terulang setiap 30 hingga 60 hari.
Meskipun musim kemarau terjadi selama berbulan-bulan, MJO hanya berlangsung dalam hitungan beberapa hari hingga beberapa minggu dan dapat meningkatkan kemungkinan hujan intens, bahkan di musim kemarau.
Pada periode 3 - 6 Juli 2024, MJO, Gelombang Rossby Ekuatorial, dan Gelombang Kelvin aktif di Indonesia bagian tengah dan selatan.
BMKG telah mendeteksi fenomena MJO sejak 28 Juni dan mengeluarkan peringatan dini potensi hujan lebat sejak saat itu.
Beberapa wilayah seperti Sumatra bagian selatan, Jawa (termasuk Jabodetabek), Kalimantan, Sulawesi, Maluku, dan Papua bagian selatan mengalami peningkatan curah hujan akibat kondisi atmosfer yang mendukung pembentukan awan hujan.
Selain iklim dan dinamika atmosfer, kondisi topografi juga mempengaruhi tipe hujan di Indonesia.
Topografi Indonesia yang beragam, dengan pegunungan, lembah, dan pantai, menambah keragaman kondisi iklim di wilayah tersebut.
Ini menyebabkan Indonesia terbagi menjadi banyak zona musim dengan periode waktu terjadinya musim hujan dan musim kemarau yang berbeda.
Deputi Bidang Meteorologi BMKG Guswanto menambahkan berdasarkan analisis cuaca terbaru, masih ada potensi peningkatan curah hujan signifikan di wilayah Indonesia meskipun telah memasuki musim kemarau.
Aktivitas fenomena cuaca seperti MJO, Gelombang Kelvin, dan Rossby Ekuatorial, serta suhu permukaan laut yang hangat, turut berkontribusi dalam pembentukan awan hujan.
Secara umum, kombinasi faktor-faktor ini diperkirakan akan menimbulkan potensi hujan dengan intensitas sedang hingga lebat di beberapa wilayah Indonesia.
Pada 8-10 Juli 2024, hujan diperkirakan terjadi di sebagian besar wilayah Sumatra, Jawa bagian barat, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, Maluku Utara, dan Papua.
Lalu, pada 11-14 Juli 2024, hujan sedang hingga lebat diperkirakan terjadi di wilayah Sumatra bagian utara, sebagian besar Kalimantan, Sulawesi, Maluku, Maluku Utara, dan Papua.
Meskipun musim kemarau sudah tiba, BMKG mengimbau masyarakat untuk tetap waspada dan melakukan antisipasi dini terhadap potensi cuaca ekstrem seperti hujan lebat yang dapat disertai kilat, petir, angin kencang, angin puting beliung, dan hujan es.