Apakah Wanita Lebih Kuat dari Pria
- Pixabay/3dman_eu
VIVA Tekno – Pertanyaan apakah wanita memiliki toleransi rasa sakit yang lebih tinggi dibandingkan pria sering muncul ketika membicarakan pengalaman seperti saat memasang tato, cedera olahraga, atau melahirkan.
Penelitian menunjukkan bahwa ada perbedaan dalam cara pria dan wanita memproses rasa sakit, namun jawabannya tidak sesederhana yang kita bayangkan.
Untuk memahami perbedaan ini, kita perlu tahu bagaimana rasa sakit dirasakan. Neuron sensorik yang disebut nociceptors mendeteksi rangsangan menyakitkan seperti suhu ekstrem, tekanan mekanis, dan peradangan.
Nociceptors ini kemudian mengirimkan sinyal ke otak untuk diinterpretasikan sebagai rasa sakit. Cara setiap orang merasakan rangsangan ini bisa berbeda, dan perbedaan ini dipengaruhi oleh berbagai faktor, termasuk jenis kelamin.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa wanita lebih sensitif terhadap rasa sakit dibandingkan pria. Misalnya, sebuah studi tahun 2012 menemukan bahwa wanita lebih sensitif terhadap tekanan mekanis daripada pria, seperti dilansir dari Live Science. Dalam studi lain, wanita dilaporkan memiliki ambang rasa sakit yang lebih rendah terhadap panas dibandingkan pria. Jeffrey Mogil, profesor ilmu saraf perilaku di Universitas McGill, menyatakan bahwa wanita lebih sensitif terhadap rasa sakit daripada pria, seperti yang terlihat dari ratusan studi.
Namun, hasil dari beberapa penelitian tidak selalu konsisten. Sebuah studi tahun 2023 yang melibatkan 22 remaja menemukan bahwa pria melaporkan intensitas rasa sakit yang lebih tinggi terhadap rangsangan panas dan dingin dibandingkan wanita. Selain itu, beberapa penelitian lain tidak menemukan perbedaan signifikan dalam cara pria dan wanita merespons panas yang menyakitkan.
Perbedaan ini bisa disebabkan oleh berbagai faktor. Pertama, tidak ada metrik yang "bermakna" untuk mengukur toleransi rasa sakit secara akurat. Ambang rasa sakit seseorang bisa berbeda-beda tergantung pada kondisi dan lingkungan. Beberapa studi juga menunjukkan bahwa wanita adalah subjek tes yang lebih andal, memberikan penilaian rasa sakit yang lebih konsisten dibandingkan pria.
Selain itu, penelitian terbaru menunjukkan bahwa nociceptors pada pria dan wanita diaktifkan oleh zat yang berbeda. Hormon prolaktin, misalnya, menurunkan ambang aktivasi nociceptor pada wanita tetapi tidak berpengaruh pada pria. Sebaliknya, zat kimia orexin menyensitisasi sel pria tetapi tidak mempengaruhi sel wanita. Ini menunjukkan bahwa mekanisme dasar persepsi rasa sakit bisa berbeda antara pria dan wanita.
Penemuan ini bisa membantu dalam pengembangan terapi rasa sakit yang dioptimalkan untuk pria dan wanita. Terutama karena sebagian besar pasien rasa sakit kronis adalah wanita, seperti yang terlihat pada kondisi fibromyalgia yang lebih umum pada wanita di AS. Menurut Mogil, sistem saraf yang memproses rasa sakit pada pria dan wanita sebenarnya berbeda.
Secara keseluruhan, meskipun banyak studi menunjukkan bahwa wanita lebih sensitif terhadap rasa sakit, jawabannya tidak selalu jelas. Faktor-faktor biologis dan metodologis berperan dalam perbedaan ini. Namun, yang jelas, memahami perbedaan ini bisa membantu dalam pengembangan perawatan rasa sakit yang lebih efektif dan spesifik untuk setiap jenis kelamin.