Sambut Hari Media Sosial, Hati-hati Konten Manipulasi
- Pixabay
VIVA Tekno – Dalam rangka memperingati Hari Media Sosial Sedunia pada 30 Juni, sangat penting untuk mengatasi masalah ancaman siber yang semakin meningkat seiring dengan meningkatnya ketergantungan terhadap platform media sosial.
Perkembangan teknologi kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI) telah memungkinkan terciptanya konten-konten palsu yang meyakinkan serta konten yang dihasilkan oleh AI, yang semakin mengaburkan batasan antara realitas dan fiksi.
Ditambah lagi, penggunaan AI di media sosial telah memunculkan kekhawatiran terkait bias algoritma dan pembentukan echo chamber yang membantu mempercepat penyebaran misinformasi.
Deepfake merupakan salah satu jenis dari teknologi AI yang memungkinkan penggunanya untuk membuat video atau audio palsu yang tampak dan terdengar serupa dengan orang yang ditiru.
Ancaman seperti deepfake phishing semakin meningkat dengan teknologi seperti GPT-3 yang mampu menghasilkan teks dan video yang sangat mirip dengan gaya bahasa dan perilaku individu yang ditiru.
Jika dimanfaatkan secara tidak bertanggung jawab, fitur deepfake ini bisa disalahgunakan untuk memanipulasi informasi dan mengelabui orang lain agar menyerahkan informasi sensitif, hingga berpura-pura menjadi orang lain dan memohon sejumlah uang tunai untuk keperluan fiktif.
Sehubungan dengan ancaman siber yang terus berkembang di media sosial, Vice President Marketing, Asia Pacific and Japan, Palo Alto Networks Lisa Sim mengakui bahwa media sosial saat ini telah menyentuh hampir semua aspek kehidupan. Sama halnya dengan ancaman siber.
Menurutnya, meskipun media sosial telah lama menjadi instrumen bagi para penjahat siber, kehadiran AI yang semakin marak kian memperparah ancaman ini, mengingat konten deepfake dan konten yang dihasilkan oleh AI semakin mengaburkan batas antara realita dan fiksi.
Ia melanjutkan, memadukan media sosial dan konten yang dihasilkan oleh AI memberikan penjahat siber sebuah sarana rekayasa sosial yang ampuh untuk memanipulasi orang-orang awam agar melakukan tindakan yang berisiko, seperti mengklik tautan berbahaya.
"Untuk melihat bagaimana AI dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab, kita hanya perlu melihat kejadian yang terjadi di Indonesia baru-baru ini. Pada masa pemilihan presiden (pilpres) beberapa waktu lalu, misalnya," kata dia.
Lisa melihat banyak konten deepfake yang beredar di media sosial, seperti video yang menampilkan sosok yang mirip dengan mantan presiden serta tokoh-tokoh nasional lainnya.
Hal ini dapat memengaruhi percakapan politik dan berpotensi menggiring opini publik, yang semakin menekankan potensi AI dalam menciptakan konten yang meyakinkan tetapi palsu, serta kekuatan media sosial yang dapat memperluas jangkauan para penjahat siber.
"Lindungi diri sendiri. Kita harus cermat dalam memilah-milah konten dikonsumsi, melakukan verifikasi sumber, dan mencermati kejanggalan pada video atau gambar. Ada baiknya kita rutin meninjau dan memperbarui pengaturan privasi akun kita untuk mengontrol siapa saja yang bisa melihat unggahan dan informasi pribadi," tutur Lisa.