Butuh Waktu untuk Buktikan Starlink Lakukan 'Predatory Pricing'
- VIVA/Trisya Frida
Jakarta – Starlink, layanan internet berbasis satelit asal Amerika Serikat (AS) yang dimiliki Elon Musk, resmi beroperasi di Indonesia sejak 19 Mei 2024.
Akan tetapi, kehadirannya justru memunculkan tudingan bahwa mereka menerapkan praktik predatory pricing, yaitu menjual layanan di bawah harga modal dalam waktu yang tidak terbatas untuk menyingkirkan pesaing.
Terkait dengan hal itu, Komisi Pengawas Persaingan Usaha atau KPPU hingga saat ini belum dapat memastikan apakah Starlink memang terlibat dalam praktik predatory pricing.
“Sampai saat ini kami masih mengkaji (terkait predatory pricing) jadi belum bisa menyimpulkan bahwa apa yang dilakukan belum jual rugi atau kita belum bisa menyimpulkan itu," kata dia di Jakarta, Rabu, 12 Juni 2024.
Menurut penjelasan Gopprera, karena Starlink baru saja beroperasi di Indonesia, KPPU belum dapat menilai dampaknya terhadap persaingan bisnis telekomunikasi di Indonesia.Saat ini, KPPU masih dalam tahap pengumpulan data untuk melihat apakah potongan harga yang diberikan Starlink adalah strategi promosi untuk memperkenalkan produk atau upaya untuk menyingkirkan pesaing.
"Kita akan melakukan pengumpulan data. Sampai saat ini kita belum bisa menilai apakah yang dilakukan dalam rangka yang saat ini harganya hampir turun, diskon dari yang sebelumnya, apakah itu predatory pricing dalam rangka menyingkirkan atau promosi sebagai memperkenalkan produknya di Indonesia," ujarnya.
KPPU juga membuka pintu bagi penyedia layanan internet lainnya yang merasa dirugikan oleh kehadiran Starlink untuk melapor.
Jika terbukti Starlink menjalankan praktik predatory pricing atau monopoli yang merusak persaingan bisnis, KPPU akan mengambil tindakan hukum yang diperlukan.
"Kalau ada kebijakan yang mendistorsi pasar mereka, kalau terkait dengan praktik-praktik monopoli dalam rangka mencapai penguasaan pasar atau mempertahankan penguasaan pasar, kita akan melakukan proses penegakan hukum," papar dia.