Cara Berbicara yang Baik saat Sedang Marah dengan Pasangan, Menurut Psikiater
- pexels @cottonbrostudio
Jakarta – Hasil riset yang dilakukan oleh Fakultas Psikologi Universitas Indonesia menunjukan fakta bahwa mental orang Indonesia tergolong rendah. Salah satu penyebabnya karena orang Indonesia suka memendam emosi negatif termasuk amarah. Padahal memendam kemarahan hanya akan memperburuk kesehatan mental seseorang.
Bukan hanya gangguan kesehatan mental, memendam amarah juga memengaruhi kesehatan fisik seperti hipertensi, penyakit jantung, hingga gangguan pencernaan. Lalu, sebenarnya bagaimana cara agar kemarahan bisa dibicarakan dengan baik, sehingga tidak perlu lagi dipendam?
Seorang psikiater bernama dr. Jiemi Ardian, SpKJ belum lama ini membagikan cara supaya seseorang bisa berbicara yang baik saat sedang marah. Melalui podcast di channel YouTube Raditya Dika, dr. Jiemi mengungkapkan setidaknya ada tiga cara yang dapat dilakukan, apa saja? Simak artikel berikut!
1. Harus Berbicara Sesingkat Mungkin
Dalam podcast bersama Raditya Dika, dr. Jiemi menceritakan pengalamannya saat ia menerima pasien dengan keluhan yang unik. Pasien tersebut bercerita bahwa ketika marah, dia berbicara panjang lebar hingga satu jam dengan pasangannya, tetapi pasangannya tidak pernah mengerti apa yang dia maksud.
Setelah mendengar keluhan dari pasien tersebut, dr. Jiemi kemudian menjelaskan bahwa wajar jika pasangannya tidak mengerti, karena cara berkomunikasi yang berbelit-belit saat penuh amarah seringkali membuat pesan menjadi tidak jelas.
Kepada para pasiennya, dr. Jiemi sering mengajarkan metode 30-Second Rule yang dikemukakan oleh John Maxwell's.
“Semakin kamu marah, semakin kamu perlu berbicara dengan pendek. Harus sependek mungkin, kalau perlu harus sependek 30 detik,” ungkap dr. Jiemi.
2. Jangan Hanya Mendeskripsikan Kejadian
Mendeskripsikan kejadian memang penting saat marah, tetapi jika seseorang hanya fokus menjelaskan kejadian tanpa memberi tahu perasaannya, hal ini berpotensi pada kesalahpahaman. Lawan bicaranya mungkin hanya akan merasa diserang dan disalahkan, tanpa memahami perspektif orang yang sedang marah.
Supaya menghindari konflik yang berkepanjangan, ketika sedang marah fokuslah pada perasaanmu dan bagaimana situasi tersebut memengaruhi keadaanmu, bukan pada apa yang dilakukan orang lain.
3. Sampaikan Perasaan, Penyebab, dan Harapan
Menurut dr. Jiemi, ada tiga komponen penting yang harus dibicarakan kepada lawan bicara saat sedang marah yaitu perasaan, penyebab, dan harapan. Berikut contoh kalimat saat sedang marah yang meliputi tiga komponen tersebut
“Aku marah setelah tahu hari kita tidak jadi bertemu, aku berharap kita bisa bertemu besok.”
Frasa “aku marah” merupakan komponen perasaan. Mengungkapkan perasaan membantu lawan bicara memahami emosi yang sedang kamu alami. Kemudian, kalimat “hari ini tidak jadi bertemu” adalah penyebab dari perasaan tersebut. Menjelaskan alasan dari kemarahanmu memberikan konteks kepada lawan bicara, sehingga mengurangi kemungkinan konflik yang lebih besar.
Sedangkan kalimat “aku berharap kita bisa bertemu besok” adalah unsur harapan yang juga penting untuk disampaikan. Menjelaskan harapan bisa membantu menemukan solusi atau perbaikan di masa depan. Dengan pendekatan ini, komunikasi menjadi lebih jelas dan konstruktif.
Itulah, cara berbicara yang baik saat sedang marah menurut psikiater dr. Jiemi Ardian, SpKJ. Pastikan untuk menyampaikan kemarahanmu dengan baik dan jelas, ya!