Inovasi Lensa Mata untuk Terapi Myopia

Ilustrasi mata.
Sumber :
  • pixabay

VIVA Tekno – Progresivitas kasus Myopia atau rabun jauh atau mata minus pada anak usia sekolah dilaporkan terus meningkat.

Cegah Bahaya Penyakit Glaukoma, IDI Kabupaten Brebes Berikan Informasi Pengobatan

Salah satu pemicunya adalah transformasi digital dalam kegiatan belajar mengajar (KBM) yang masif dilakukan sejak pandemi Covid-19 pada 2020.

Berdasarkan hasil pemeriksaan yang dilakukan di berbagai sekolah terhadap 800 anak usia 5-15 tahun atau tingkat TK hingga SMP, sebanyak 67 persen terdeteksi mengalami gangguan refraksi, di mana 56 persennya merupakan Myopia.

Transformasi Digital Bukan Lagi Sekadar Opsi

Dari jumlah tersebut, hanya kurang dari 50 persen yang telah dikoreksi atau mendapatkan penanganan berupa kacamata single vision. Bahkan, para ahli memprediksi bahwa lebih dari 50 persen populasi di dunia akan mengalami Myopia pada 2050.

Hal ini tentu saja menimbulkan keprihatinan dunia kesehatan. Sebab, apabila pertumbuhannya tidak terkendali maka Myopia bisa menyebabkan permasalahan mata yang lebih serius seperti katarak, glukoma, ablasi retina, dan degenerasi macula.

Cegah Penyakit Katarak Sejak Dini, IDI Kabupaten Blora Berikan Informasi Pengobatan

Karena itu, intervensi dini terhadap Myopia menjadi hal mutlak dilakukan. Salah satunya memberikan edukasi masif kepada pihak-pihak yang berkepentingan, terutama orangtua, guru, tenaga kependidikan dan pelajarnya, tentang pentingnya mengelola Myopia pada anak, termasuk upaya deteksi dan intervensi dini.

Ilustrasi anak main HP/gadget.

Photo :
  • Pexels/Ron Lach

Ilustrasi anak main HP/gadget.

Photo :
Dokter Spesialis Mata Ratna Dewi Dwi Tanto mengaku prihatin dengan masih rendahnya kesadaran masyarakat terhadap Myopia dan pentingnya pemeriksaan mata sejak dini.

Padahal, pemeriksaan mata secara dini dan rutin dapat membantu mempercepat penanganan dan mengurangi kondisi Myopia yang diderita anak. Menurutnya, banyak faktor yang menjadi alasan Myopia belum menjadi perhatian bersama, termasuk di lingkungan medis sekali pun.

Mulai dari kurangnya pemahaman tentang risiko jangka panjang yang bisa menimbulkan penyakit mata serius seperti degenerasi makula atau retinal detachment, serta kebanyakan anak cenderung tidak mengeluhkan kelainan pandangannya yang buram.

Disebutkan, masyarakat juga belum banyak yang mengetahui tentang opsi pengendalian Myopia yang efektif, seperti terapi kacamata khusus, lensa kontak, atau terapi farmakologis.

"Harus gencar penyuluhannya. Semua pihak terlibat. Masukkan materi perawatan mata dalam mata pelajaran dan ekstrakulikuler sekolah, berikan arahan ke orangtua agar membatasi anaknya dari paparan layar elektronik, memperbanyak layanan kesehatan mata yang terjangkau, hingga penelitian dan pengembangan akademisi dan dunia medis," kata Ratna, Selasa, 21 Mei 2024.

Anak menggunakan smartphone.

Photo :
  • digitaltrends.com

Anak menggunakan smartphone.

Photo :
Produsen lensa asal Jepang, Hoya Vision Care, secara berkelanjutan menggelar MiYOSMART Goes to School (MGTS). Sebagai informasi, MiYOSMART merupakan lensa kacamata terapi rabun jauh hasil
Hoya yang sudah melewati uji klinis selama 6 tahun.

Selain mampu mengoreksi dan menghadirkan penglihatan yang jelas, kelebihan dari lensa kacamata terapi MiYOSMART adalah dapat menahan pertumbuhan Myopia pada anak secara bersamaan.

Managing Director Hoya Lens Indonesia Dodi Rukminto mengaku ingin menyebarkan informasi bahwa Myopia sedang berkembang dan mempengaruhi anak-anak di seluruh dunia, serta memberikan edukasi tentang opsi perawatan untuk menahan laju perkembangannya.

“Penggunaan lensa MiYOSMART membantu penglihatan dan juga menghambat perkembangan Myopia. Jadi tidak benar kalau ada anggapan bahwa penggunaan kacamata justru memperparah Myopia," ungkap dia.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya