Kelompok Bersenjata Serbu Penjara di Ibu Kota, Nama Ariel Menggema
- Istimewa
VIVA Tekno – Geng atau kelompok bersenjata menyerbu penjara di ibu kota. Kerusuhan pun tidak terelakkan. Pemerintah langsung mengumumkan keadaan darurat 72 jam sejak Minggu, 3 Maret 2024.
Kerusuhan itu dialami Haiti, di mana Port-au-Prince, ibu kota negara tersebut, dikuasai kelompok bersenjata, seperti dikutip dari BBC, Selasa, 5 Maret 2024. Akibat serangan ke penjara, sedikitnya 12 orang tewas dan sekitar 3.700 narapidana melarikan diri.
Para pemimpin kelompok bersenjata mengatakan mereka ingin memaksa Perdana Menteri Haiti Ariel Henry – yang sedang melakukan perjalanan ke luar negeri – mengundurkan diri.
Kepolisian Nasional Haiti telah meminta militer untuk membantu memperkuat keamanan penjara utama di ibu kota, namun kompleks tersebut diserbu pada Sabtu malam, 2 Maret 2024.
Geng ini menguasai sekitar 80 persen wilayah Port-au-Prince. Kekerasan antargeng telah melanda Haiti selama bertahun-tahun. Pemerintah menyebut bahwa aksi 'pembangkangan' merupakan ancaman terhadap keamanan nasional dan menegaskan pihaknya segera memberlakukan jam malam, yang dimulai sejak 3 Maret kemarin pukul 20:00 waktu setempat.
Di antara para narapidana yang ditahan di Penjara Port-au-Prince adalah anggota geng, termasuk mantan tentara Kolombia, yang didakwa karena keterlibatannya dalam pembunuhan Presiden Haiti Jovenel Moïse pada 2021.
Eskalasi kekerasan terbaru di Haiti bermula pada Kamis, 29 Febuari lalu, ketika Ariel tengah melakukan perjalanan dinas ke Nairobi, Kenya untuk membahas pengiriman pasukan keamanan multinasional pimpinan negara itu ke Haiti.
Pemimpin Kelompok Bersenjata Jimmy Chérizier – yang dijuluki Barbekyu – mengumumkan serangan terkoordinasi untuk menyingkirkan Perdana Menteri Ariel Henry.
Sejak Jovenel Moïse tewas terbunuh di rumahnya pada 2021, hingga kini, belum ada presiden baru yang menggantikannya dan pemilihan umum (pemilu) belum diadakan kembali sejak 2016.
Berdasarkan kesepakatan politik, Ariel dijadwalkan mundur sebagai perdana menteri pada 7 Februari lalu. Namun, pemilu yang direncanakan tidak digelar dan dirinya tetap menjabat sampai sekarang.
"Haiti sedang mengalami mimpi buruk. Perdana Menteri (Ariel Henry) tetap ingin memegang kekuasaan selama mungkin. Ini sangat disayangkan bahwa sekarang para kriminal (kelompok bersenjata) justru menggunakan cara-cara kekerasan untuk memaksanya mundur," kata Ketua Partai Oposisi Claude Joseph, yang pernah menjabat sebagai penjabat perdana menteri ketika Presiden Jovenel Moïse dibunuh.