Kratom, Tanaman Herbal tapi Masuk Kategori Narkotika
- BNN
VIVA Tekno – Tanaman Kratom atau lebih dikenal dengan Mitragyna Speciosa Korth adalah jenis tanaman yang banyak tumbuh di kawasan Kalimantan Barat, khususnya di daerah Kapuas Hulu.
Dilansir dari laman BNN, Rabu, 13 Desember 2023, Tanaman ini dikenal sebagai obat tradisional oleh masyarakat. Tanaman tersebut digolongkan sebagai narkotika golongan I, namun tidak diimbangi dengan aturan yang berlaku sesuai hukum positif di Indonesia.
Kemudian, manfaat kesehatan yang dapat menjadikan kratom di Kalimantan banyak diekspor ke negara-negara Amerika Serikat dan Eropa. Tidak mengherankan jika kratom dianggap sebagai komoditas ekspor yang menjanjikan di Kalimantan.
Namun, potensi ekonomi kratom tersebut rupanya bertolak belakang dengan efek samping yang telah banyak ditemukan di negara pengimpornya. Kasus kecanduan dan kematian akibat kratom menjadikan tanaman ini sebagai tanaman yang berbahaya.
Efek Negatif Kratom
Ternyata dibalik manfaat yang sering dirasakan pengguna kratom pada umumnya, kratom juga sebaliknya bisa memberikan efek negatif yang sangat berbahaya bagi kesehatan.
Seorang peneliti zat psikoaktif, Swogger bersama koleganya mengemukakan bahwa sejumlah orang yang mengkonsumsi kratom mengalami efek seperti menggunakan candu. Efek yang dirasakan berupa perasaan rileks dan nyaman, serta euforia jika kratom digunakan dengan dosis tinggi.
Adapun efek yang ditimbulkan ini disebabkan oleh senyawa mitraginin sebagai senyawa utama yang terkandung dalam daun kratom. Kratom juga dapat menimbulkan efek samping pada sistem saraf dan pikiran seperti yang ditimbulkan beberapa jenis narkotika lainnya seperti pusing, mengantuk, halusinasi dan delusi, depresi, sesak nafas, kejang, dan koma.
Efek samping lainnya bisa berupa mulut menjadi kering, badan menggigil, mual dan muntah, berat badan turun, gangguan buang air kecil dan buang air besar, kerusakan hati, dan nyeri otot. Orang yang menggunakan kratom dalam jangka waktu lama juga dapat menunjukkan gejala-gejala ketergantungan jika kratom dihentikan.
Gejalanya meliputi iritabilitas, mual, diare, hipertensi, insomnia, kejang otot dan nyeri, mata berair, demam, dan nafsu makan menurun. Adapun gejala psikologis yang dialami yaitu gelisah, tegang, marah, sedih, dan gugup.
Selain itu, kratom juga dinilai bisa menyebabkan kematian. Meskipun beberapa pengguna kratom merasakan manfaat bagi kesehatan tubuh mereka, tapi tidak sedikit pula yang justru merasakan efek negatif dari kratom. Mengkonsumsi kratom justru bisa membuat koordinasi motorik tubuh terganggu seperti orang mabuk.
Adapun akibat yang dapat ditimbulkan dari penyalahgunaan kratom tersebut mulai dari overdosis, kejang, koma, tidak sadarkan diri, sampai kematian.
Hal ini terbukti dengan ditemukannya beberapa kasus penyalahgunaan kratom di negara-negara pengekspor kratom. Penyalahgunaan kratom yang seringkali dicampurkan dengan bahan-bahan lain lebih banyak menimbulkan efek berbahaya bagi tubuh.
Efek keracunan dapat terjadi jika kratom dicampurkan dengan obat yang bekerja pada reseptor di otak yang sama dengan stimulan dan yang memiliki efek opiat.
Campuran ini juga dapat menimbulkan efek kematian, seperti yang terjadi di Swedia, dimana Krypton yang merupakan campuran antara kratom dan tramadol diperjualbelikan secara ilegal dan dilaporkan menimbulkan kematian.
Maka dari itu, pada tahun 2013, UNODC selaku lembaga PBB yang menangani permasalahan narkoba telah memasukan kratom ke dalam New Psychoactive Substances (NPS) kategori Plant-based Substances.
Sebagai informasi, NPS merupakan jenis zat psikoaktif baru yang ditemukan namun regulasinya belum jelas atau masih dalam proses. Dengan masuknya kratom ke dalam salah satu jenis NPS, maka penanganan penyalahgunaan kratom perlu menjadi perhatian.