APJII dan ATSI Satu Suara soal Starlink
VIVA Tekno – Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) dan Asosiasi Penyelenggara Telekomunikasi Seluruh Indonesia (ATSI) mengusulkan sejumlah regulasi yang dapat diterapkan pada penyedia layanan internet berbasis satelit yang akan masuk ke Indonesia.
Pada gelaran diskusi Selular Business Forum di Jakarta, APJII dan ATSI meminta pemerintah untuk memastikan penyedia layanan internet berbasis satelit yang akan masuk ke Indonesia tidak menghancurkan industri telekomunikasi dalam negeri.
“Kami berharap ada satu kebijakan yang dapat melindungi para pengusaha dalam negeri, jangan sampai ada suatu hal yang mematikan teman-teman lokal yang telah berbisnis selama bertahun-tahun,” ujar Ketua Umum APJII Muhammad Arif.
Adapun beberapa usulan regulasi tersebut, yakni penyedia layanan internet berbasis satelit yang akan masuk harus bekerja sama dengan penyelenggara satelit Indonesia, harus memiliki izin Hak Labuh Satelit (Landing Right) dan izin jaringan tertutup (Jartup) untuk layanan backhaul, dan harus menggunakan Alokasi Penomoran IP Indonesia.
Selain itu, mereka juga mengusulkan penyedia layanan harus membangun server dan DRC di Indonesia dan patuh terhadap regulasi Lawful Interception di Indonesia, serta harus dikenakan kewajiban membayar Biaya Hak Penyelenggaraan Telekomunikasi (BHP Tel) dan universal service obligation (USO).
“Implementasi Starlink di Indonesia perlu diregulasikan secara tepat mengacu pada peraturan perundang-undangan sehingga bisa equal playing field (medan yang setara). Jika tidak, bisnis Starlink berpotensi mengancam bisnis penyelenggara telekomunikasi nasional seperti seluler, Jartup dan penyelenggara satelit GSO,” kata Sekretaris Jenderal ATSI Marwan O Baasir.
Ia mengatakan regulasi tersebut ditujukan untuk menciptakan kondisi persaingan usaha yang sehat, menghindari persaingan tanpa kesetaraan yang dominasi oleh pihak yang memiliki kekuatan.
Meski masih dalam tahap proses perizinan untuk membuka layanannya di Indonesia, penyedia internet Starlink milik Elon Musk, melalui laman resminya, dengan percaya diri menuliskan bahwa mereka membidik untuk sediakan layanan di Indonesia mulai tahun depan.
“Kalau Starlink jadi masuk Indonesia mau tidak mau kita harus cari celahnya agar bisa tetap eksis berjualan. Meski begitu kita harus siap karena yang namanya kemajuan teknologi tidak bisa kita bendung,” paparnya.
Starlink memakai konstelasi satelit bumi rendah atau low-earth orbit (LEO) dengan jarak sekitar 550 km. Karena satelit Starlink berada di orbit rendah, tingkat latensi menjadi jauh lebih rendah dan dapat memberikan koneksi internet lebih kencang dibanding penyedia satelit lainnya.