Ahli: 1 dari 4 Peluang Kecerdasan Buatan Berpotensi Memusnahkan Umat Manusia
- Pixabay
VIVA Tekno – Kecerdasan buatan memiliki peluang satu dari empat untuk memusnahkan umat manusia, seorang bos teknologi terkemuka memperingatkan.
Dario Amodei, peneliti AI Anthropic, mengatakan teknologi tersebut akan menghancurkan dunia dengan cara yang tidak baik atau disalahgunakan oleh manusia.
Dia menambahkan: "Kemungkinan terjadi kesalahan besar dalam skala peradaban manusia mungkin 10 hingga 25 persen," ujarnya, melansir Daily Mail Tech, Senin, 23 Oktober 2023.
"Jika kita dapat menghindari dampak buruknya, maka hal-hal seperti menyembuhkan kanker, memperpanjang umur manusia, menyelesaikan masalah seperti penyakit mental, saya rasa hal ini tidak berada di luar cakupan dari apa yang dapat dilakukan." lanjutnya.
Sebagai tanggapan, juru kampanye Control AI mengatakan kepada The Sun bahwa perusahaan-perusahaan yang mengira ada kemungkinan produk AI yang mereka buat bisa membunuh peradaban manusia, adalah perusahaan yang sama yang 'mengambil keputusan dalam hal regulasi atau peraturan'.
Apalagi, banyak pemimpin bisnis papan atas yang sangat khawatir bahwa kecerdasan buatan dapat menimbulkan ancaman nyata terhadap umat manusia dalam waktu yang tidak terlalu lama lagi.
Bulan lalu, 42 persen CEO yang disurvei pada Yale CEO Summit mengatakan AI berpotensi menghancurkan umat manusia dalam lima hingga sepuluh tahun dari sekarang, “Ini cukup gelap dan mengkhawatirkan,” kata profesor Yale Jeffrey Sonnenfeld.
Survei tersebut, yang dilakukan pada acara virtual yang diadakan oleh Chief Executive Leadership Institute Sonnenfeld, tidak menemukan konsensus mengenai risiko dan peluang yang terkait dengan AI.
Sonnenfeld mengatakan survei tersebut mencakup tanggapan dari 119 CEO dari berbagai sektor bisnis, termasuk CEO Walmart Doug McMillion, CEO Coca-Cola James Quincy, para pemimpin perusahaan IT seperti Xerox dan Zoom serta CEO dari bidang farmasi, media, dan manufaktur.
Di lain kesempatan, KTT keselamatan pertama di dunia mengenai AI akan diselenggarakan oleh Perdana Menteri Inggris Rishi Sunak bulan depan.