Kutub Selatan Bulan Diburu Sejumlah Negara, Ini Alasannya

Gunung di Antartika, Kutub Selatan.
Sumber :
  • decodedscience.com

VIVA Tekno – Misi Chandrayaan-3 dari India telah mengungkap informasi baru tentang Kutub Selatan Bulan yang selama ini misterius. Sekarang, AS, China, dan Rusia juga merencanakan untuk menjelajahi area tersebut. Mengapa area ini begitu menarik?

Iran Dukung Upaya Rusia Stop "Mesin Pembunuh Israel" Bantai Warga Sipil di Lebanon

Wilayah ini adalah daerah yang sebelumnya belum pernah dijelajahi oleh instrumen buatan manusia. Namun, pada bulan Agustus, sebuah robot penjelajah bernama Pragyaan terpisah dari induknya, Vikram, dan mulai mengeksplorasi area dekat Kutub Selatan Bulan.

Kutub Selatan

Photo :
  • virtualtourist.com
Pakar Nilai Gaya Komunikasi Prabowo saat Lawatan ke Cina dan AS: Bangkitkan Rasa Kebanggaan

Pesawat tak berawak ini menjadi salah satu yang pertama mendarat di wilayah kutub bulan yang suhunya sangat rendah dan penuh dengan kawah.

Berbeda dengan misi Apollo di tahun 1960-an dan 1970-an yang fokus di daerah dekat ekuator Bulan, Chandrayaan-3 berhasil mendarat sekitar 600 kilometer dari kutub selatan.

Kakinya Buntung, Komandan Angkatan Laut Rusia Tewas Akibat Bom Mobil

Jarak ini lebih dekat dibandingkan dengan misi ruang angkasa lain yang pernah ada sebelumnya. Chandrayaan-3 mendarat hanya dua hari setelah upaya Rusia dengan Luna-25 gagal dan akhirnya jatuh.

Misi ini menandai awal gelombang kegiatan baru di permukaan bulan yang misterius tersebut, dengan tujuan akhir yaitu mengirim manusia untuk mendarat di sana di akhir dekade ini.

“Rasanya sangat luar biasa hal ini terjadi,” kata peneliti planet dari The Open University Inggris, Simeon Barber, dikutip dari BBC.

AS, China, selain India dan Rusia, juga tertarik untuk menjelajahi Kutub Selatan Bulan. Mereka berambisi untuk mengungkap beberapa rahasia paling memikat dari Bulan dan mungkin bahkan memanfaatkan hasil penemuan mereka.

Aapa dengan Kutub Selatan Bulan sehingga begitu menarik bagi para penjelajah?

Ilustrasi kutub selatan Bulan

Photo :
  • Pixabay

Chandrayaan-3 bersama robot penjelajah miniaturnya menemukan indikasi menarik tentang lingkungan Bulan yang mereka eksplorasi. Dengan laju satu sentimeter per detik, robot Pragyaan mampu bergerak beberapa meter dari induk pesawatnya.

Selama perjalanannya, Pragyaan menggali tanah Bulan dan mendeteksi fluktuasi suhu yang mencolok. Permukaan Bulan memiliki suhu sekitar 50 derajat Celcius, namun ketika mencapai 80 milimeter di bawahnya, suhu menurun drastis menjadi -10 derajat Celcius. Fluktuasi ini mengejutkan tim peneliti.

Instrumen analitis di Pragyaan juga mengidentifikasi elemen-elemen seperti belerang, aluminium, besi, kalsium, titanium, mangan, kromium, dan oksigen di tanah bulan. Dua temuan ini menyoroti alasan ilmuwan sangat tertarik pada Kutub Selatan Bulan.

Dikarenakan sumbu rotasi Bulan yang sedikit miring (1,5 derajat) dibanding Bumi (23,5 derajat), ada kawah di kutub Bulan yang selalu berada dalam bayangan. Kondisi ini, ditambah dengan suhu rendah, membuat ilmuwan yakin bahwa es, sebagian besar air, mungkin ada di sana, baik di bawah permukaan maupun terlihat.

Ilmuwan berharap es tersebut bisa menjadi sumber daya bagi astronaut di masa mendatang. Profesor geologi dari Universitas Jawaharlal Nehru, Saumitra Mukherjee, menyebut lokasi tersebut istimewa dan menekankan pentingnya ketersediaan air.

Bukti paling kuat adanya air es di Bulan datang dari eksperimen NASA pada Oktober 2009, saat mereka dengan sengaja menabrakkan roket tanpa muatan ke sebuah kawah di Kutub Selatan Bulan.

“Gumpalan material di sana mengandung bukti adanya air,” kata peneliti planet dari Universitas Colorado AS, Margaret Landis.

“Itu adalah pengamatan langsung kami terhadap air es di Bulan,” imbuhnya.

Beberapa data menunjukkan adanya pantulan cahaya lebih terang di kutub Bulan, yang diduga akibat es. Selain itu, kandungan hidrogen yang lebih tinggi di kutub telah diobservasi, yang mungkin berkaitan dengan air es.

Baru-baru ini, ilmuwan NASA, William Reach, menggunakan teleskop Sofia - yang kini sudah tidak aktif - yang dipasang pada pesawat untuk memeriksa Bulan. Misi tersebut mendeteksi hidrogen di lokasi lain dari tempat pendaratan Vikram, bagian dari misi Chandrayaan-3, yang mendarat pada 23 Agustus. Penemuan air es ini memperkuat minat pada misi penjelajahan Bulan, terutama di kutub selatannya.

Aanchal Sharma, seorang mantan peneliti dari ISRO yang kini berada di Universitas Trento, Italia, mengatakan temuan ini memungkinkan para ilmuwan untuk memvalidasi teori lama mengenai keberadaan air es di Bulan.

Meskipun informasi dari Chandrayaan-3 sangat berharga, para ilmuwan lebih berfokus pada misi yang akan mendarat lebih dekat ke Kutub Selatan. Di sana terdapat kawah-kawah yang tidak pernah disinari matahari, yang dikenal sebagai "kawah kegelapan abadi". Ini berarti kawah tersebut bisa menyimpan es selama berabad-abad.

Kutub Selatan Bulan lebih kaya kawah dibandingkan kutub utaranya, diduga karena lebih banyak terkena dampak meteor. Area ini menjadi prioritas utama dalam pencarian es, dengan suhu yang mungkin mencapai -200°C.

NASA berencana mengirim robot penjelajah bernama Viper ke Kutub Selatan pada akhir 2024. Viper akan dilengkapi dengan lampu untuk memperlihatkan misteri di dalam kawah. Menurut Dan Andrews, manajer proyek Viper, misi ini bertujuan untuk menentukan apakah terdapat es dalam bentuk besar atau kristal-kristal kecil.

Namun, sebelum Viper, mungkin ada misi dari perusahaan AS, Intuitive Machines, yang bernama Micro-Nova, dijadwalkan diluncurkan pada awal 2024. Meskipun tidak memiliki peralatan untuk menggali, Micro-Nova direncanakan untuk "melompat" ke kawah di Kutub Selatan, memberikan gambaran awal.

Bukan hanya itu, India dan Jepang berkolaborasi untuk Chandrayaan-4 yang juga akan menuju Kutub Selatan. China dan Rusia juga memiliki rencana serupa untuk area ini.

Ada banyak alasan ilmiah untuk menjelajahi Kutub Selatan Bulan. Para ilmuwan sangat ingin mengungkap asal muasal air di Bulan, yang mungkin disebabkan oleh letusan gunung berapi purba di bulan miliaran tahun yang lalu, yang dihasilkan oleh asteroid atau komet, atau bahkan terbawa oleh angin surya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya