Kebijakan Tembakau Seharusnya Sejalan dengan Investasi dan Industrialisasi
- ANTARA FOTO/Anis Efizudin
VIVA Tekno – Konvensi Kerangka Kerja untuk Pengendalian Tembakau (Framework Convention on Tobacco Control/FCTC) disusun oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
FCTC dibentuk untuk mengendalikan penggunaan tembakau, seperti pelarangan total iklan dan promosi produk tembakau, pengenaan pajak yang tinggi pada produk tembakau, hingga pelarangan merokok di tempat umum.
Seperti diketahui, pembahasan Rancangan Peraturan Pemerintah atau RPP Kesehatan sedang menuai banyak protes dari berbagai pihak. Mulai dari petani, pekerja, pedagang, hingga konsumen.
Hal tersebut di dalam aturan tersebut terdapat berbagai larangan. Mulai dari larangan bagi petani tembakau untuk menanam tembakau, larangan bagi produk tembakau, larangan penjualan rokok eceran, hingga larangan iklan produk tembakau di ruang publik serta internet. Larangan tersebut dinilai dapat mencederai ekosistem industri tembakau dari hulu sampai hilir.
RPP Kesehatan ini pun menuai protes dari anggota Komisi XI DPR Mukhamad Misbakhun. Ia menilai aturan produk tembakau yang sedang dibahas Kementerian Kesehatan (Kemenkes) sudah keluar dari jalur sebagaimana mestinya.
Hal ini dikarenakan RPP Kesehatan dapat menganggu keberlangsungan industri hasil tembakau yang jika dibiarkan dapat mengganggu kepentingan nasional. Ia juga menilai Kemenkes sudah melampaui kewenangannya.
"Ini sudah tidak benar. Hadirnya draf RPP Kesehatan ini sama saja (Kemenkes) ingin menjadi pelaksana dari FCTC. Kalau diperhatikan semua konsepnya sama. Saya sampai sekarang melarang FCTC diterapkan di Indonesia. Isi (aturan produk tembakau) di RPP Kesehatan sudah bertentangan dengan payung hukumnya, yaitu UU Kesehatan," tegas dia.
Belum lagi terdapat klausul lainnya terkait produk tembakau di RPP Kesehatan, yang dinilai Misbakhun, mengherankan, terutama terkait pengaturan penjualan rokok. Mulai dari larangan jual eceran sampai minimal 20 batang per bungkus. "(Intinya, aturan) ini akan mempengaruhi industri (hasil tembakau/IHT) secara langsung," paparnya.
Sementara itu, Ketua Kamar Dagang dan Industri Jawa Timur, Adik Dwi Putranto, berpendapat bahwa penyusunan kebijakan tembakau seharusnya dilakukan sejalan dengan upaya untuk meningkatkan investasi dan industrialisasi.
"Saya justru prihatin terhadap industri hasil tembakau (IHT) yang mengalami penurunan kondisi," ungkap dia. Adik pun mengaku khawatir bahwa aturan zat adiktif tembakau dalam RPP Kesehatan dapat berdampak negatif pada seluruh ekosistem industri rokok, termasuk petani, industri, pedagang, dan bahkan industri periklanan.