AI Buat Tenaga Kerja Butuh Pelatihan Ulang
- vstory
VIVA Tekno – Kehadiran AI (artificial intelligence/kecerdasan buatan) dan otomatisasi akan membuat tenaga kerja membutuhkan pelatihan ulang selama tiga tahun ke depan, menurut sebuah studi terbaru dari IBM (Institute for Business Value).
Artinya, sekitar 1,4 miliar dari 3,4 miliar tenaga kerja global menurut Bank Dunia, perlu dilatih ulang dalam waktu dekat. Studi 'Augmented work for an automated, AI-driven world' menunjukkan adanya kesenjangan antara pelaku usaha dan karyawan tentang prioritas di tempat kerja.
Dengan AI yang siap untuk melakukan lebih banyak tugas manual dan berulang, karyawan yang disurvei menunjukkan bahwa keterlibatan dalam pekerjaan yang lebih berdampak merupakan faktor utama yang mereka pedulikan di luar kompensasi dan keamanan.
Ini lebih penting daripada pengaturan kerja yang fleksibel, peluang pertumbuhan, dan kesetaraan. Namun, para pelaku usaha belum menyadari fakta ini.
Para eksekutif yang disurvei menempatkan pekerjaan yang berdampak sebagai faktor yang tidak terlalu penting bagi tenaga kerja, justru menunjuk pengaturan kerja yang fleksibel sebagai hal terpenting di luar kompensasi dan keamanan.
"Meskipun AI terus terimplementasi di hampir seluruh proses bisnis dalan suatu perusahaan, namun tenaga kerja manusia tetaplah menjadi keunggulan kompetitif utama bagi bisnis," kata Managing Partner IBM Indonesia Andrian Purnama di Jakarta, Jumat, 22 September 2023.
Oleh karena itu, menurut Andrian sangat penting bagi para eksekutif untuk dapat memimpin dan mengarahkan tenaga kerja dalam melewati pergeseran tren dan memungkinkan mereka untuk sukses serta tetap berkembang di era baru AI generatif.
Menjembatani kesenjangan sangatlah penting untuk memastikan tenaga kerja memfokuskan energi dan waktu untuk melakukan pekerjaan yang lebih kreatif dan berdampak bagi perusahaan.
"Sedangkan AI dan otomasi dimanfaatkan untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan yang berulang dan lebih memakan waktu,” tambahnya.
Menurut para eksekutif yang disurvei, membangun keterampilan baru bagi karyawan yang ada merupakan masalah pengelolaan talenta yang paling utama.
Responden eksekutif menyebutkan bahwa gagap teknologi adalah masalah talenta terpenting kedua, namun hanya 21 persen karyawan yang mengatakan bahwa kurangnya kecakapan teknis di seluruh tim adalah tantangan utama sehari-hari.
Studi juga memberikan rekomendasi tentang bagaimana para pemimpin dapat mengambil tindakan untuk mengatasi tantangan talenta di era AI dan membantu organisasi bertransformasi untuk masa depan, termasuk fokus pada keterampilan dan model operasi.