Badai Matahari Super Penyebab 'Kiamat Internet 2025'?
- Daily Express
Amerika Serikat – Badan Penerbangan dan Antariksa Amerika Serikat (NASA) diisukan memprediksi kiamat internet pada 2025. Padahal, fenomena dan waktunya itu berasal dari dua studi terpisah.
Dilansir dari USA Today, Senin, 10 Juli 2023, dalam berbagai pemberitaan media lokal dan berbagai negara, NASA dan atau NOAA (National Oceanic and Atmospheric Administration) diklaim memprediksi kiamat internet pada 2025 imbas badai Matahari.
Saat itu terjadi, penduduk Bumi bakal kehilangan akses internet selama berbulan-bulan. Frasa 'kiamat internet 2025' pun sempat menjadi Google Trends.
Badai Matahari Super
Pada Agustus 1859, para astronom takjub ketika menyaksikan penambahan jumlah bintik di piringan Matahari. Di antara para ilmuwan ini ada Richard Carrington, pengamat langit amatir di sebuah kota kecil bernama Redhill, dekat London, Inggris.
Dikutip dari Space, pada 1 September 1859, Carrington dibutakan oleh kilatan cahaya yang tiba-tiba saat membuat sketsa bintik Matahari. Ia menggambarkannya sebagai "suar cahaya putih." Fenomena itu berlangsung sekitar 5 menit.
Suar tersebut kemudian diketahui sebagai Lontaran Massa Korona (Coronal Mass Ejection/CME). Dalam waktu 17,6 jam, CME melintasi lebih 150 juta kilometer antara Matahari dan Bumi dan melepaskan kekuatannya ke planet kita.
Ini membuat jutaan orang Kanada berada dalam kegelapan hingga menutup sekolah dan perniagaan.
Studi karya Sangeetha Abdu Jyothi, pakar ilmu komputer di University of California, AS, 2021, mengungkap badai matahari super berpotensi memicu gangguan parah internet dengan peluang 1,6 persen hingga 12 persen tiap dekadenya.
Penelitian selanjutnya, dikutip dari USA Today, memperkirakan kegagalan internet sebesar itu dapat merugikan ekonomi AS - dengan risiko gangguan internet lebih tinggi daripada di Asia - sebesar US$7 miliar per hari.
Prediksi 2025
Sejauh ini, baik NASA maupun Jyothi belum terlacak mengaitkan kiamat internet itu dengan angka 2025. Dari mana prakiraan waktu itu?
Dikutip dari situs NOAA, angka 2025 itu muncul sebagai prakiraan puncak Siklus Matahari (ke-) 25 (Solar Cycle 25). Siklus ini sendiri terhitung sejak 1755.
"Ketua bersama NOAA/NASA, panel internasional untuk memprediksi Siklus Matahari 25 merilis perkiraan terbaru mereka untuk Siklus Matahari 25."
"Konsensus perkiraan: puncaknya pada Juli, 2025 (+/- 8 bulan), dengan angka bintik matahari yang diperhalus (SSN) dari 115. Panel sepakat bahwa Siklus 25 akan memiliki intensitas rata-rata dan serupa dengan Siklus 24," demikian keterangan NOAA.
Doug Biesecker, ketua panel dan fisikawan di Pusat Prediksi Cuaca Luar Angkasa NOAA, mengatakan kekuatan siklus Matahari tergantung pada kecepatan peningkatan aktivitasnya.
"Meskipun kami telah melihat peningkatan yang stabil dalam aktivitas bintik matahari tahun ini, itu lambat," ujar dia.
Panel memiliki keyakinan tinggi bahwa Solar Cycle 25 akan mematahkan tren melemahnya aktivitas Matahari selama empat siklus terakhir.
"Kami memperkirakan penurunan amplitudo siklus Matahari, dilihat dari siklus 21 hingga 24, telah berakhir," kata Lisa Upton, ketua panel dan fisikawan di Space Systems Research Corp.
"Meskipun kami tidak memprediksi Siklus Matahari 25 yang sangat aktif, letusan hebat dari Matahari dapat terjadi kapan saja," timpal Biesecker.