Jangan sampai Masyarakat Apatis sama Layanan Baru Operator Telko
- ANTARA FOTO/Dewi Fajriani
VIVA Tekno – Layanan fixed mobile convergence (FMC) yang kini digunakan operator telekomunikasi sebagai lini bisnis baru harus mengutamakan layanan dari sisi kecepatan, harga hingga purna jual supaya tidak terjebak perang tarif.
Dua operator telekomunikasi, Telkom dan XL Axiata, sama-sama menekankan komitmen untuk tidak melakukan perang tarif, melainkan mendorong sisi kualitas layanan FMC.
Seperti diketahui, Telkom melakukan spin-off Indihome yang kemudian dikelola Telkomsel. Layanan baru tersebut mulai resmi di pasaran pada Agustus 2023. Sedangkan XL Axiata, sudah menjalankan FMC melalui layanan XL Satu sejak 2021, dan kini fokus menggarap segmen keluarga.
Menurut Senior Vice President Corporate Communication and Investor Relation Telkom Ahmad Reza, harga produk baru ini ada di rentang Rp70 ribu sampai Rp265 ribu, atau tidak akan di atas ARPU Indihome dan di bawah ARPU Orbit.
"Kalau mahal, siapa yang mau?" ungkapnya, dalam acara Indotelko bertajuk 'Babak Baru Layanan Broadband Bersama Fixed Mobile Convergence', melalui konferensi pers virtual, Senin, 29 Mei 2023.
Menurutnya, berdasarkan studi di Amerika dan Eropa, layanan FMC gagal lantaran operator telekomunikasi fokus pada perang tarif.
Oleh karena itu, ia lebih menekankan kepada perang jaringan ketimbang perang tarif yang nantinya akan menimbulkan kompetisi yang tidak sehat.
"FMC pakai paket murah justru bikin blunder. Kemudian, dipakai kanibal sehingga yang eksisting, yakni layanan wireless, hilang. Padahal itu tidak boleh hilang sama sekali. Jangan sampai harga turun, layanan lebih turun. Jadi nantinya layanan akan di-customize untuk pelanggan tertentu, atau tarif berdasarkan layanan," tutur dia.
Sementara itu, Group Head Indirect Channel Management XL Axiata Junius Koestadi memaparkan ada tiga pilar yang dipegang dalam menerapkan layanan FMC. Pertama, custumer-centric, yaitu untuk kebutuhan pelanggan secara end-to-end.
Kedua, converge preposition dan modular, di mana pelanggan pilih sendiri layanan dan tarif sesuai kebutuhan. Ketiga, membawa full digital journey bagi pelanggan.
Data internal XL Axiata menunjukkan adanya perubahan perilaku pengguna internet yang semakin cepat dan spesifik oleh masyarakat selama pandemi Covid-19.
"Hal ini tidak berubah usai menjadi endemi, sehingga pelanggan butuh internet yang kencang di mana pun mereka berada," paparnya.
Junius menargetkan layanan XL Satu ada di lebih dari 150 kota dalam dua tahun mendatang. XL Axiata sebagai pelopor FMC di Indonesia merasa punya competitive advantage untuk tahu apa yang diinginkan konsumen sehingga dapat memberikan layanan yang lebih kepada mereka.
"Tantangan saat ini bukanlah tarif, tapi integrasi jaringan mobile XL Axiata dengan mitra. Bagaimana menyatukannya dengan cepat. Tantangan lainnya dari sisi konsumen, ya. Bagaimana mengkomunikasikan XL Satu dan keuntungannya ke mereka," kata Junius.
Pendiri IndoTelko Forum Doni Ismanto Darwin mengingatkan agar layanan FMC tidak terjebak pada perang tarif, karena yang merugi bukan hanya operator telekomunikasi tapi juga masyarakat.
Menurutnya, FMC bisa menjadi mesin pertumbuhan baru di sisi keuangan bagi operator telekomunikasi jika tidak terjebak perang tarif seperti yang terjadi pada layanan mobile broadband. Layanan FMC juga harus dijadikan sebagai era baru layanan broadband di Indonesia.
"Dari sisi kecepatan pelanggan merasakan true broadband, dari sisi harga terjangkau dan pelayanan purna jual membuat nyaman konsumen. Kalau FMC ternyata sama saja dengan era 3G, 4G atau 5G, lama-lama masyarakat bisa apatis dengan teknologi baru ini. Mereka anggap itu hanya bagian dari gimmick pemasaran," tutur Doni, mengingatkan.