Tsunami Raksasa Mengintai Warga

Ilustrasi tsunami.
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan

VIVA Tekno – Isu perubahan iklim sebaiknya harus ditangani secara serius jika tak ingin terjadi bencana global. Sebuah temuan mengungkapkan fakta bahwa selipan sedimen di bawah dasar laut Antartika dapat menimbulkan tsunami raksasa saat suhu lautan menghangat.

Muhammadiyah Turun Langsung, Ikhtiar Cegah Kerusakan Lingkungan Dengan Langkah Ini

Mengutip Livescience, Senin, 29 Mei 2023, setelah mengebor inti sedimen ratusan kaki di bawah dasar laut di Antartika, para ilmuwan menemukan bahwa selama periode pemanasan global sebelumnya, 3 juta dan 15 juta tahun yang lalu.

Dataran Tinggi Antartika Timur.

Photo :
  • Wayne/Adobe
Sepakati Standar Kapal Demi Cegah Detensi, RI-Tiongkok Teken MoU Keselamatan Maritim

Lapisan sedimen lepas terbentuk dan berisiko meluncur hingga mengirim gelombang tsunami besar yang melaju ke pantai Amerika Selatan, Selandia Baru dan Asia Tenggara.

Saat perubahan iklim membuat lautan menjadi panas, para peneliti berpikir ada kemungkinan tsunami ini dapat terjadi sekali lagi. Temuan ini dipublikasikan di jurnal Nature Communications 18 Mei 2023 lalu.

Tinjau Lokasi Longsor di Tangerang, BBWS: Penyebab Pasti Akan Dikaji Dulu

"Longsor bawah laut adalah geohazard besar dengan potensi memicu tsunami yang dapat menyebabkan banyak korban jiwa," kata Jenny Gales, seorang dosen hidrografi dan eksplorasi laut di University of Plymouth di Inggris.

"Temuan kami menyoroti bagaimana kita sangat perlu meningkatkan pemahaman kita tentang bagaimana perubahan iklim global dapat mempengaruhi stabilitas kawasan ini dan potensi tsunami di masa depan," tegasnya.

Para peneliti pertama kali ini menemukan bukti tanah longsor kuno di Antartika pada 2017 di Laut Ross timur. Di bawah tanah longsor ini ada lapisan sedimen lemah yang dijejali fosil makhluk laut yang dikenal sebagai fitoplankton.

Selanjutnya, para ilmuwan kembali ke daerah tersebut pada tahun 2018 dan mengebor lebih jauh ke dasar laut. Langkah itu dilakukan untuk mengekstraksi inti sedimen - silinder panjang dan tipis dari kerak bumi.

Dengan menganalisis inti sedimen, para ilmuwan mengetahui bahwa lapisan sedimen lemah telah terbentuk selama dua periode. Periode pertama sekitar 3 juta tahun yang lalu pada periode hangat pertengahan Pliosen. Selanjutnya sekitar 15 juta tahun yang lalu selama iklim optimal Miosen.

Es di Antartika mencair.

Photo :
  • Livescience

Selama zaman ini, perairan di sekitar Antartika 5,4 derajat Fahrenheit (3 derajat Celcius) lebih hangat dari hari ini. Hal itu menyebabkan semburan ganggang yang sudah mati memenuhi dasar laut di bawahnya. Dengan sedimen yang kaya dan licin - membuat wilayah tersebut rentan terhadap tanah longsor.

"Selama iklim dingin dan zaman es berikutnya, lapisan licin ini ditutupi oleh lapisan tebal kerikil kasar yang dibawa oleh gletser dan gunung es," kata Robert McKay, Direktur Pusat Penelitian Antartika di Victoria University of Wellington dan Wakil Kepala Ilmuan Program Penemuan Lautan Internasional Ekspedisi 374 yang mengekstraksi inti sedimen pada 2018.

Meskipun pemicu tanah longsor bawah laut di kawasan itu tidak diketahui secara pasti, tetapi para peneliti telah menemukan penyebab yang paling mungkin, yaitu pencairan es gletser oleh iklim yang menghangat.

Berakhirnya periode glasial periodik Bumi menyebabkan lapisan es menyusut dan surut, meringankan beban pada lempeng tektonik Bumi dan membuatnya memantul ke atas dalam proses yang dikenal sebagai rebound isostatik.

Setelah lapisan sedimen lemah menumpuk dalam jumlah yang cukup, hulu benua Antartika memicu gempa bumi yang menyebabkan kerikil kasar di atas lapisan licin yang kemudian meluncur dari tepi landas kontinen. Hal itulah yang menyebabkan tanah longsor yang memicu tsunami.

Meskipun ukuran gelombang laut purba tidak diketahui, tetapi para ilmuwan mencatat dua tanah longsor bawah laut yang relatif baru dapat menghasilkan tsunami besar dan menyebabkan korban jiwa yang signifikan. Misalnya saja Tsunami Grand Banks 1929 yang menghasilkan gelombang setinggi 42 kaki (13 meter). Peristiwa itu menewaskan sekitar 28 orang di lepas pantai Newfoundland Kanada.

Lapisan es di Pine Island, wilayah barat Antartika.

Photo :
  • NASA

Selain itu, tsunami Papua Nugini pada 1998 yang melepaskan gelombang setinggi 49 kaki (15 m) yang merenggut 2.200 nyawa.

Dengan banyaknya lapisan sedimen yang terkubur di bawah dasar laut Antartika, dan gletser di atas daratan yang perlahan mencair, para peneliti memperingatkan bahwa jika mereka benar, bahwa pencairan gletser menyebabkannya tanah longsor di masa lalu, maka tsunami di masa depan dapat terjadi atau terulang lagi.

Nukila Evanty, Ketua Inisiasi Masyarakat Adat (IMA)

Inspiratif, Nukila Evanty Menjaga Identitas dan Hak Suku Laut di Tengah Arus Modernisasi

Sebagai peneliti di International Indigenous Women’s Forum (FIMI), Nukila tidak hanya menjalankan advokasi, tetapi juga melakukan penelitian mendalam.

img_title
VIVA.co.id
8 November 2024