Anak Autis Punya Bakat Terpendam
- VIVAnews/Anhar Rizki Affandi
VIVA Tekno – Seorang anak dengan gangguan spektrum autisme memiliki bakat terpendam yang bisa dikembangkan. Jika ada minat berlebihan pada anak dengan gangguan spektrum autis, minat tersebut bisa menjadi keahlian ketika diarahkan dengan baik.
Psikolog Vitriani Sumarlis menjelaskan gangguan spektrum autisme adalah gangguan perkembangan pervasif (mendalam) yang memiliki karakteristik berupa kesulitan dalam komunikasi sosial dengan perilaku, minat, aktivitas yang terbatas, dan pola yang repetitif (berulang).
"Gangguan ini memiliki gejala seperti gerakan tangan yang diulang-ulang tanpa tujuan tertentu, memakai objek tanpa tujuan tertentu, dan cara bicara diulang-ulang tanpa ada makna tertentu," ujarnya.
Interaksi berulang-ulang yang dilakukan bisa dilatih untuk menjadi sesuatu yang bermakna dan menjadi keahlian anak.
Setelah mengembangkan kemampuan sesuai minat, orang tua bisa mengembangkan faktor yang belum berkembang dengan baik dengan tes potensi intelegensi serta melihat fungsi kognitif yang masih menjadi kelemahannya.
Dalam sebuah film dokumenter berjudul 'Joshua Tree', dikisahkan seorang anak yang didiagnosis mengalami autisme. Dia merupakan anak kedua dari empat bersaudara.
Seluruh keluarganya berperan aktif dalam tumbuh kembangnya, termasuk adik-adiknya. Ia merupakan anak dari ibu keturunan China-Indonesia, dan ayah berkebangsaan Singapura.
Kakaknya, Immanuel, yang juga kameramen dari film Joshua Tree, juga didiagnosis autisme. Namun saat ini dia sudah dapat menjalani kehidupan seperti masyarakat pada umumnya, bahkan melanjutkan sekolah asrama di luar negeri.
Saat pandemi Covid-19, orangtuanya memiliki ide untuk membuat film tentang anak remaja laki-laki mereka yang mengalami autisme berat dan kemajuan luar biasanya selama enam bulan.
Hal ini dilatarbelakangi oleh kepekaan dan kesadaran bahwa orangtua dan pendamping anak-anak dengan autisme berat seringkali merasa putus asa saat orang yang mereka sayangi tersebut tumbuh ke masa remaja dan dewasa.
Melalui dokumenter ini, mereka berharap bisa menunjukkan bahwa dengan lingkungan, asupan nutrisi, aktivitas fisik, dan pola pikir orang di sekitarnya yang tepat, sangat mungkin untuk membawa perubahan menakjubkan dalam hidup individu autistik.
"Joshua Tree adalah suatu pesan mengenai cinta dan pengharapan. Bahwa individu dengan Autisme bisa terus berkembang dan belajar. Jangan pernah menyerah. Nikmati mereka dan keistimewaan yang mereka punya," kata Deibby Mamahit, ibu dari Joshua di Jakarta, pekan lalu.
Dia melanjutkan bahwa manusia adalah bagian dari alam dan dapat dimetaforakan sebagai pohon. Seorang anak dalam spektrum autisme sangat memerlukan keluarganya.
Sutradara melihat bahwa keluarga Joshua adalah inti dari semua ini, di mana pohon adalah tempat Joshua berpegang, berlindung, merasa aman dan berjalan terus menjalani hidupnya atau dalam kata lain, keluarga adalah Joshua Tree.