Ilmuwan Ketar-ketir Melihat Laut
- ANTARA/Sigid Kurniawan
VIVA Tekno – Para ilmuwan khawatir karena suhu permukaan laut mempertahankan rekor tertinggi selama lebih dari sebulan, mendorong kondisi lautan Bumi ke wilayah yang belum pernah dipetakan.
Mulai pertengahan Maret, data dari National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA) Amerika Serikat melonjak secara dramatis dari rekaman sebelumnya, mengikuti penurunan es laut Kutub Utara dan Antartika tahun ini.
Akibatnya, sejumlah besar gelombang panas lautan muncul di seluruh dunia, memberikan tekanan yang tak terhitung pada satwa liar. Peristiwa tersebut mengkhawatirkan, tetapi sayangnya tidak terduga bagi mereka yang bekerja di bidang ilmu iklim.
"Meski menyenangkan melihat modelnya bekerja, tentu saja menakutkan melihat perubahan iklim terjadi dalam kehidupan nyata. Kami berada di dalamnya dan ini baru permulaan," jelas ahli biogeokimia WHOI, Jens Terhaar.
Rekor suhu sebelumnya adalah pada tahun 2016, selama El Nino –pola iklim yang semakin menghangatkan lautan. Meskipun ada semakin banyak bukti bahwa kita akan segera memasuki peristiwa seperti itu, kita belum sampai di sana, sehingga kemungkinan suhu permukaan laut akan naik lebih jauh lagi di tahun depan.
Pengumpulan panas di lepas pantai timur Chili cenderung memprediksi El Nino dan itulah yang peneliti saksikan saat ini, mengutip dari laman Science Alert, Rabu, 3 Mei 2023.
"Jika El Nino baru muncul di atasnya, kita mungkin akan mengalami pemanasan global tambahan sebesar 0,2 hingga 0,25 derajat C," kata ilmuwan Sistem Bumi Potsdam Institute for Climate Research Josef Ludescher.
Panas ekstra dari peristiwa El Nino akan mendorong beberapa area di planet kita melewati pemanasan 1,5 derajat C untuk pertama kalinya, jelas ahli kelautan Moninya Roughan.
Roughan percaya apa yang kita lihat adalah meredanya La Nina, yang membawa kondisi dingin menutupi panas ekstra di sistem planet. Namun beberapa ilmuwan sangat khawatir dan tertekan oleh implikasi yang mungkin terjadi sehingga mereka enggan untuk berbicara.