Gerhana Matahari Hibrida Akan Kembali Lagi
- ANTARA FOTO/Iggoy el Fitra
VIVA Tekno – Gerhana Matahari Hibrida terjadi pada Kamis, 20 April 2023. Ini merupakan fenomena langka yang terjadi setidaknya setiap 100 tahun sekali.
Menurut peneliti astronomi dan astrofisika di Pusat Riset Antariksa BRIN, Andi Pangerang, Gerhana Matahari Hibrida terakhir kali terjadi di wilayah yang sama pada abad ke-19 dan abad ke-20.
"Jika melewatkan fenomena langka pada tanggal 20 April, Anda bisa mengamatinya lagi nanti pada tahun 2049," jelas Andi dalam keterangan resminya. Peristiwa serupa tidak akan terjadi lagi hingga abad ke-23.
Berbeda pada fenomena Gerhana Matahari Cincin atau Gerhana Matahari Total yang rata-rata terjadi antara tiga sampai empat tahun sekali. Untuk waktu terdekat akan ada Gerhana Matahari Sebagian, yakni pada 2027 dan 2031.
“Jadi, masing-masing wilayah itu tidak akan mengalami Gerhana Matahari hingga waktu yang lebih lama lagi, kecuali kalau untuk Gerhana Matahari Total saja atau Gerhana Matahari Cincin saja," kata Andi.
Gerhana Matahari Hibrida terjadi ketika orbit Bulan sedikit lebih jauh dari Bumi, sehingga ukuran satelit alami Bumi itu tampak lebih kecil dari ukuran Matahari.
Tahun ini setidaknya akan terjadi 4 gerhana, tapi satu di antaranya tidak bisa disaksikan dari Indonesia. Selain Gerhana Matahari Hibrida, ada juga Gerhana Bulan Penumbra pada 5-6 Mei dan Gerhana Bulan Sebagian pada 29 Oktober.
Adapun yang tidak bisa kita saksikan adalah Gerhana Matahari Cincin pada 15 Oktober karena Indonesia tidak terkena bayangan antumbra maupun penumbra Bulan.
Gerhana Matahari tidak bisa terjadi setiap Bulan karena orbit satelit alami Bumi itu memiliki kemiringan sebesar 5 derajat. Selain itu durasi drakonis Bulan atau waktu yang dibutuhkan Bulan untuk menempuh orbit dari simpul ke simpul yang sama, rata-rata lebih pendek 2,2 hari dibandingkan dengan durasi sinodis Bulan.