Dengan 16 Matahari Terbenam, Bagaimana Astronot Puasa di Luar Angkasa?
VIVA Tekno – Ramadhan telah tiba merupakan bulan suci bagi umat Islam di seluruh dunia. Tidak hanya mereka yang ada di Bumi, momen ini bahkan dirasakan hingga luar angkasa oleh astronot Uni Emirat Arab (UEA), Sultan Al Neyadi.
Astronot musli itu tengah berada di Stasiun Luar Angkasa (ISS) dan ini membuat banyak orang bertanya-tanya apakah dan bagaimana astronot akan mengamati periode penting dalam kalender Islam.
Ramadhan jatuh di bulan kesembilan dalam kalender Islam dan dipandang sebagai waktu refleksi, komunitas, dan doa. Dimulai dari pandangan pertama Bulan Sabit ke Bulan berikutnya karena kalender Islam adalah kalender lunar.
Normalnya orang dewasa akan berpuasa dari fajar hingga senja di lokasinya. Namun di ISS terdapat 16 Matahari terbit dan terbenam setiap hari. Jadi bayangkan bagaimana puasa di Bulan, di mana Matahari berada di langit selama 14 hari.
ISS berada pada Universal Coordinated Time, sehingga waktu itulah yang bisa diikuti Al Neyadi untuk memulai puasa, menurut laman IFL Science, Minggu 26 Maret 2023.
Ibadah puasa boleh tidak dijalankan pada seseorang yang memiliki masalah kesehatan fisik atau mental, serta jika sedang hamil atau menyusui dan diharuskan membayar hutang setelah Ramadhan.
Wisatawan juga dapat dikecualikan dan dalam konferensi pers di bulan Januari, Al Neyadi menyatakan bahwa dia termasuk dalam kategori tersebut.
"Puasa tidak wajib jika Anda merasa tidak enak badan. Jadi dalam hal itu —apa pun yang dapat membahayakan misi atau mungkin membahayakan anggota kru— kami benar-benar diizinkan untuk makan makanan yang cukup, mencegah peningkatan kekurangan makanan atau nutrisi atau hidrasi,” kata Al Neyadi.
Al Neyadi adalah bagian dari Crew 6, bersama dengan astronot NASA Stephen Bowen dan Warren Hoburg juga kosmonot Andrey Fedyaev.
Dia adalah astronot Emirat pertama dalam misi jangka panjang di ISS, di mana akan melakukan 19 eksperimen dengan topik mulai dari sakit punggung hingga biologi tumbuhan dan ilmu material. Astronot Emirat pertama, Hazza Al Mansouri, berada di ISS selama hampir delapan hari pada tahun 2019.
Dalam enam bulan keliling Bumi, Al Neyadi juga akan merayakan Idul Fitri, di akhir Ramadhan, dan Idul Adha yang akan dirayakan antara bulan Juni atau Juli. Al Neyadi menyebutkan bahwa dia akan berbagi makanan Emirat dengan sesama astronot.
Ada sembilan pria Muslim lainnya selain Al Neyadi dan Al Mansouri yang melakukan perjalanan ke luar angkasa. Yang pertama adalah pangeran Sultan bin Salman Al Saud pada tahun 1985. Belum ada diskusi publik tentang bagaimana umat Islam beribadah di luar angkasa sampai Sheikh Muszaphar Shukor, astronot Malaysia pertama, meminta pedoman dari Dewan Fatwa Nasional Malaysia.
Ini penting untuk ditetapkan, terutama jika bicara soal kiblat, berlutut selama salat, dan mandi. Dalam gayaberat mikro, arah diserahkan kepada kemampuan terbaik astronot pada awal salat, di mana berlutut tidak wajib dan handuk basah akan dibilang cukup.
Agama di luar angkasa bukanlah hal baru. Astronot Israel pertama Ilan Ramon mengamati hari Sabat ketika dia berada di dalam penerbangan terakhir Space Shuttle Columbia yang tragis.
Natal diamati di ISS dan kosmonot merayakan Natal Ortodoks, yang berlangsung pada 7 Januari karena mereka masih mengikuti Kalender Julian untuk perayaan keagamaan. Buzz Aldrin, seorang Presbiterian, melakukan pelayanan komuni di Bulan. Dan bagi umat Katolik, seluruh Bulan adalah bagian dari keuskupan Orlando.