Google Doodle Rayakan Hari Lahir Pujangga Sapardi Djoko Damono
VIVA Tekno – Google Doodle tengah memperingati hari lahir Sapardi Djoko Damono, seorang penyair yang merevolusi puisi liris di Indonesia. Perusahaan menggambarkan seorang Sapardi yang tengah memakai payung, berdiri di tengah rintik hujan.
Dia lahir pada hari ini di Solo, Jawa Tengah tahun 1940. Ia menghabiskan masa kecilnya di perpustakaan untuk membaca setiap buku yang didapatkan dan mulai menulis puisi saat bersekolah di SMA Surakarta.Â
Setelah mendapatkan gelar bahasa Inggris dari Universitas Gajah Mada, Sapardi belajar sastra Indonesia di sekolah pascasarjana. Saat bekerja sebagai penyiar radio dan asisten teater, dia mulai serius dengan puisinya.
Kemudian tahun 1969, dia merilis kumpulan puisi pertamanya, 'dukaMu abadi'. Saat sebagian besar penyair Indonesia berfokus pada refleksi dan gagasan masyarakat, debut terobosan Sapardi mencerminkan kondisi manusia.Â
Karena kesuksesan buku tersebut, dia kemudian diangkat sebagai guru besar sastra di Universitas Indonesia, sebagaimana dikutip dari laman Google pada Senin, 20 Maret 2023.
Pria itu kemudian menulis tiga kumpulan puisi lagi dengan gayanya yang lugas dan introspektif sebelum ia menerima Penghargaan Penulisan Puisi Asia Tenggara yang disponsori ASEAN pada tahun 1986.
Berniat untuk mempromosikan bentuk seni di seluruh negeri, ia mendirikan Perhimpunan Cendekiawan Sastra Indonesia dan menjabat sebagai ketua untuk tiga periode berturut-turut.Â
Sapardi juga menerjemahkan karya sastra dari seluruh dunia ke dalam bahasa Indonesia. Salah satu terjemahannya yang paling terkenal adalah The Old Man and the Sea karya Ernest Hemingway.
Pada tahun 1994, pria itu menerbitkan Hujan Bulan Juni, kumpulan beberapa puisi terbesarnya. Karya ini menginspirasi beberapa musisi untuk membuat komposisi dengan tema serupa.Â
Universitas Indonesia kemudian memilihnya sebagai dekan fakultas dan mengadakan resital puisi pada tahun 2010 untuk merayakan karya hidupnya.
Kemudian dalam karirnya, pujangga itu mendapatkan penghargaan bergengsi termasuk Penghargaan Achmad Bakrie untuk Sastra pada tahun 2003 dan Penghargaan Akademi Jakarta pada tahun 2012. Saat ini, puisinya masih dibaca di seluruh dunia, berfungsi sebagai ode untuk generasi penulis berikutnya.