ChatGPT Menjadi Jalan Pulang Jurnalisme
- VIVA Group
VIVA Tekno – Belakangan ini banyak orang membahas tentang ChatGPT, yakni sebuah model bahasa besar yang dilatih oleh OpenAI dan dirancang untuk dapat menghasilkan teks yang mirip dengan teks manusia dalam berbagai bahasa dan topik.
ChatGPT digunakan dalam berbagai aplikasi, seperti penghasil teks otomatis, pencarian jawaban, dan chatbot. ChatGPT telah digunakan untuk membantu mengembangkan chatbot yang dapat memberikan jawaban yang akurat dan bermanfaat dalam situasi yang berbeda.
ChatGPT merupakan salah satu contoh dari perkembangan terbaru dalam bidang kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI), dan pemrosesan bahasa alami. Dengan model seperti ChatGPT, kita dapat memanfaatkan kekuatan komputasi untuk membantu menyelesaikan masalah yang rumit, seperti menganalisis data besar dan memproses teks dalam skala besar.
Dalam beberapa tahun terakhir, ChatGPT telah menjadi semakin populer di kalangan pengembang perangkat lunak dan peneliti. Dengan model ini, mereka dapat menghasilkan teks yang lebih baik dan lebih kompleks, seperti artikel, surat kabar, atau cerita.
Kehadiran teknologi baru ini mendapat beragam respons dari masyarakat, termasuk dari kalangan jurnalis atau wartawan. Beberapa ada yang menganggap, bahwa kemampuan ChatGPT untuk membuat teks bakal mengancam profesi mereka.
Ketua Umum Asosiasi Media Siber Indonesia, Wenseslaus Manggut saat menghadiri acara Workshop Adaptasi Artificial Intelligence di Industri Media yang diadakan oleh Universitas Bakrie dan VIVA Group mengatakan, bahwa ChatGPT justru menjadi jalan pulang bagi jurnalis.
“ChatGPT ini adalah jalan pulang jurnalisme. Kita sudah capek dengan game kejar-kejaran traffic, serahkan saja konten-konten yang less risiko ke dia,” ujarnya, dikutip Kamis 9 Maret 2023.
Pria yang akrab disapa Kak Wens itu menuturkan, bahwa dengan menggunakan ChatGPT untuk membuat artikel yang sifatnya timeless dan berisiko rendah maka para penulis bisa fokus mengerjakan berita yang sesuai dengan kaidah jurnalistik.
“Ini kesempatan game traffic diserahkan ke mesin, dan manusia kembali ke feature, kembali menulis peristiwa. Saya membayangkan, Saat baca berita ChatGPT orag akan membicarakan pendapat, tapi untuk tulisan manusia orang membicarakan peristiwa,” ungkapnya.