TikTok Jadi Alat Cuci Otak

TikTok.
Sumber :
  • Pixabay

VIVA Tekno – China menuduh Amerika Serikat (AS) berlebihan soal larangan pemakaian TikTok setelah media sosial itu dituduh mengancam keamanan nasional.

Khalid Akui Dirinya Gay setelah Foto Pribadi Tersebar di Media Sosial

Seluruh pegawai negeri sipil (PNS) instansi pemerintah AS sudah diperintahkan menghapus aplikasi TikTok dari semua perangkat digital mereka dalam waktu 30 hari.

Langkah serupa telah diambil oleh Kanada dan Uni Eropa (UE). Sontak, tindakan tersebut membuat ketar-ketir para eksekutif TikTok. Sebagai informasi, pada era Presiden AS Donald Trump, TikTok telah diunduh sekitar 800 juta kali di seluruh dunia.

Menko Airlangga: Indonesia Siap Mengakselerasi Pertumbuhan Ekonomi dan Investasi Berkelanjutan dari Amerika Serikat

Kini, jumlahnya mencapai 3,5 miliar unduhan, menurut perusahaan analis aplikasi Sensor Tower. Ketika ketegangan geopolitik antara China dan negara-negara Barat yang disokong AS meningkat, semakin jelas bahwa masa depan TikTok lebih genting dari sebelumnya.

Nah, satu dari masalah keamanan siber TikTok yang terus muncul adalah menjadi alat cuci otak. Apa respons anak usaha ByteDance Technology itu?

Indonesia di Atas AS dan Rusia dalam Hal Ini

"Pedoman Komunitas kami melarang misinformasi yang bisa membahayakan komunitas kami atau publik lebih luas, termasuk terlibat dalam perilaku tidak autentik yang terkoordinasi," ungkap Juru bicara TikTok, seperti dikutip dari situs BBC, Sabtu, 4 Maret 2023.

Pada November 2022, Christopher Wray, Direktur Biro Investigasi Federal (FBI), memberi tahu anggota parlemen AS jika Pemerintah China mampu mengontrol algoritma rekomendasi yang bisa digunakan untuk mempengaruhi sebuah operasi rahasia.

Kekhawatiran itu semakin diperparah oleh fakta bahwa aplikasi saudara kembar TikTok, yakni Douyin - yang hanya tersedia di China - disensor secara ketat dan dilaporkan dibuat untuk mendorong materi pendidikan dan hampir semua isi kontennya menjadi viral.

Semua jejaring media sosial harus melewati penyensoran di China dengan pasukan polisi internet bertugas menghapus konten yang mengkritik pemerintah atau memicu kerusuhan politik.

Pada waktu kebangkitan TikTok, ada kasus penyensoran yang menyangkut peristiwa besar di aplikasi itu - sebuah akun pengguna di AS ditangguhkan karena membahas perlakuan Beijing terhadap Muslim di Xinjiang setelah reaksi publik yang sengit - TikTok meminta maaf dan memulihkan akun tersebut.

Sejak itu hanya ada sedikit kasus penyensoran, selain keputusan moderasi kontroversial yang harus dihadapi semua platform. Para peneliti di Citizen Lab melakukan perbandingan antara TikTok dan Douyin.

Mereka menyimpulkan TikTok tidak menggunakan kebijakan penyensoran politik yang sama. "Platform tidak menerapkan kebijakan penyensoran ulang," kata peneliti Citizen Lab.

Lalu, para analis Institut Teknologi Georgia juga menelusuri topik seperti kemerdekaan Taiwan atau lelucon tentang Presiden China Xi Jinping yang kesimpulannya sebagai berikut.

"Video di semua kategori ini bisa dengan mudah ditemukan di TikTok. Banyak yang populer dan dibagian secara luas," tutur mereka.

 

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya