AMSI dan MGID Bahas Strategi Meraih Iklan, Trafik dan Kepercayaan Pembaca
- VIVA/Arianti Widya
VIVA Tekno – MGID sebuah platform digital advertising global bersama Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) menggelar Media Meet Up, untuk saling berbagi pengalaman dan pengetahuan terkini seputar digital advertising di media siber. AMSI berkomitmen terus mendorong jurnalisme yang berkualitas dan bisnis media yang sehat berkelanjutan.
Pertemuan dan berbagi ide antara publisher, advertising agency, dunia usaha, pembaca, industri teknologi global, dan para pemangku kepentingan lainnya menjadi salah satu agenda penting untuk mewujudkan misi AMSI, yaitu berkualitas kontennya, sehat bisnisnya.
Media gathering bertajuk "Unlocking The Potential of the MGID Platform: Strategies to Increase Traffic, Revenue and Audience Engagement" ini menghadirkan Ketua Indonesian Digital Association (IDA) Dian Gemiano, CEO KG Media Andy Budiman, dan Wakil Pemimpin Redaksi Liputan6.com Elin Kristanti. Dari MGID Global, hadir Vice President Publisher Global, Sara Buluggiu.
Sekretaris Jenderal AMSI Wahyu Dhyatmika, saat membuka acara mengatakan peningkatan pemahaman seputar digital advertising, strategi promosi, pemasaran (digital marketing), hingga audience engagement diperlukan sebagai bekal agar media siber dapat bertarung memperebutkan kue iklan di era digital seperti saat ini.
"Diskusi AMSI dan MGID diharapkan dapat membantu media untuk bisa lebih kreatif lagi meningkatkan revenue, menaikkan traffic dan meraih kepercayaan audiens. Kebutuhan media nasional berbasis di Jakarta, berbeda dengan kebutuhan media lokal. Forum diskusi seperti ini diharapkan bisa menjadi jalan mencari solusi," katanya di Jakarta, Rabu, 22 Februari 2023.
Vice President Publisher Global MGID, Sara Buluggiu, menyebut MGID sebagai salah satu advertising publisher global, sangat antusias dan menyambut baik kerja sama dengan AMSI dan media di Indonesia, terlebih dalam mendorong media siber dan bisnis media di Indonesia yang lebih kompetitif dan adaptif terhadap perkembangan teknologi baru.
Indonesia, menurut Sara, termasuk dalam lima negara besar bagi pasar MGID. "Kami melayani dan terus berkomitmen menjadikan media di Indonesia sebagai mitra yang baik dan menyediakan layanan dan komitmen kontribusi pada mitra terkait monetisasi, keterlibatan audiens, dan pertumbuhan bisnis media," jelasnya.
Ia juga mengaku memiliki panduan bagi keterlibatan komunitas agar konten iklan MGID sesuai harapan dan dapat diterima. "Kami punya fitur high safety ranking yang menjadi komitmen MGID kepada publik," tegas Sara.
CEO KG Media Andy Budiman mengatakan, kue iklan dengan porsi sangat besar masuk ke sektor digital, bahkan jauh melampaui pendapatan iklan media elektronik. Media cetak berangsur meredup dan harus banyak menyesuaikan diri dengan situasi era digital saat ini.
Sayangnya, kue iklan di sektor digital dianggap timpang karena dikuasai perusahaan teknologi yang bukan perusahaan lokal media seperti Google, metaverse dan lainnya.
"Perbaikan kreativitas dilakukan Kompas Group agar bisa bersaing dengan global platform seperti Google & metaverse. Konten is King, konten harus relevan dan berharga di mata pembaca (isi dan format)," paparnya.
Ketika masyarakat melek digital, lanjut Andy, consumer behaviour shifting ke video. Disrupsi membuat audiens lebih banyak ditarik oleh platform influencer, bukan lagi platform media berbasis jurnalistik.
"Bisnis model di luar advertising, sudah dilakukan Kompas cetak dengan menggarap konten premium berbayar. Model subscription juga banyak membantu bisnis jurnalisme Kompas," ungkap Andy.
Ketua Indonesian Digital Association (IDA) Dian Gemiano, mengumpamakan iklan programatik seperti hutan belantara. "Publisher harus memiliki kontrol terhadap traffic publisher ads, pengelola media juga harus mampu menganalisis dengan cermat agar adil dan setara," tuturnya.
Menurut dia, banyak parameter mulai dari kebijakan, praktik bisnis, hingga pengelolaan konsumen. Wakil Pemimpin Redaksi Liputan6.com, Elin Kristanti mengatakan jika saat ini iklan-iklan native ads yang beredar memiliki garis pembatas yang tipis antara bisnis dan jurnalistik.
Isinya banyak yang bombastis dan dibingkai seolah produk jurnalistik. "Jangan sampai iklan dibuat bombastis dan membuat pembaca bingung, mana konten editorial dan mana iklan. Ini tentu bisa merusak kepercayaan publik, karena mereka tidak semua paham bahwa itu adalah materi iklan," ujarnya.