Orang Terkaya di Dunia Belum Tentu Pintar
VIVA Tekno – Jadi orang terkaya di dunia tidak selalu berarti mereka lebih pintar dari rata-rata orang, menurut sebuah studi baru. Pada kelompok orang yang berpenghasilan lebih sedikit dari yang kaya, ditemukan mempunyai kemampuan kognitif.
Para peneliti berpendapat bahwa 'penurunan kemampuan kognitif' di antara orang-orang berpenghasilan terbesar ini menunjukkan bahwa kekayaan mereka berasal dari keluarga yang memiliki bobot lebih daripada kecerdasan secara keseluruhan.
Sebuah tim peneliti dari Universitas Linkoping di Swedia, Institut Universitas Eropa di Italia, dan Universitas Amsterdam di Belanda mengatakan bahwa kemampuan kognitif yang lebih baik tidak berpengaruh pada gaji.
"Kami menemukan bahwa hubungan antara kemampuan dan upah secara keseluruhan kuat, namun di atas €60.000 per tahun, kemampuan stabil pada tingkat sederhana, +1 standar deviasi," tulis para peneliti dalam makalah.
Satu persen teratas bahkan mendapat skor sedikit lebih buruk pada kemampuan kognitif daripada mereka yang berada di strata pendapatan tepat di bawah mereka.
Ini didasarkan pada data dari 59.387 pria Swedia yang menyelesaikan tes wajib militer pada usia 18 atau 19 tahun. Walaupun hal ini membatasi temuan dalam hal kebangsaan dan jenis kelamin, namun masih memberikan sampel yang relatif besar di berbagai tingkat gaji dan pekerjaan.
Temuan ini menantang narasi standar bahwa banyak orang hidup dalam meritokrasi, di mana kesuksesan dan tingkat pendapatan yang lebih tinggi diperoleh dari kecerdasan dan bakat yang unggul.
Data di sini menunjukkan kecerdasan tidak meningkat sebanyak kesuksesan ketika semakin naik dalam pendapatan, mengutip dari laman Science Alert, Selasa, 14 Februari 2023.
Studi tidak bermaksud mengatakan bahwa menjadi pintar atau belajar keras tidak berpengaruh pada berapa banyak yang dihasilkan, tetapi pada tingkat gaji tertinggi, faktor lain ikut berperan dan faktor tersebut meningkat signifikan dari waktu ke waktu.
Ini dapat mencakup hal-hal seperti latar belakang sosial ekonomi, budaya, sifat kepribadian dan keberuntungan.
Studi tersebut juga menemukan bahwa dengan skala gaji yang lebih tinggi, prestise pekerjaan tidak meningkat dengan kemampuan kognitif. Dalam profesi seperti dokter, pengacara, dan profesor, prestise yang lebih tinggi tampaknya tidak terkait langsung dengan pendapatan yang lebih banyak.
Semua ini penting di dunia di mana kaum ultra-kaya akan terus bertambah kaya dan memiliki pengaruh lebih besar atas lanskap politik, sosial, dan ekonomi global. Orang-orang berpenghasilan tertinggi ini tidak selalu menjadi orang terpintar.
Dengan meningkatnya fokus pada ketidaksetaraan di seluruh dunia, argumen bahwa mereka yang membawa pulang gaji paling tinggi adalah yang paling perlu ditentang, kata para peneliti.
"Beberapa tahun belakangan ini banyak diskusi akademik dan publik tentang meningkatnya ketimpangan. Kami tidak menemukan bukti bahwa mereka dengan pekerjaan top yang menerima upah luar biasa lebih layak daripada mereka yang hanya mendapatkan setengah dari upah tersebut," jelas peneliti.