Menguak Penyebab Turki Sering jadi Pusat Gempa, Ini Jawabannya

Gedung-gedung hancur akibat gempa Bumi magnitudo 7,8 di Antakya, selatan Turki.
Sumber :
  • AP Photo/Khalil Hamra.

VIVA Tekno – Gempa Bumi dahsyat yang melanda Turki dan Suriah pada Senin, 6 Februari 2023 telah menewaskan lebih dari puluhan ribu orang. Jumlah korban diperkirakan masih akan terus bertambah.

Gunung Kerinci Alami Gempa 1.884 Kali, Berpotensi Tiba-tiba Erupsi Tanpa Ada Gejala

Tim penyelamat pun hingga kini masih terus bekerja untuk menyelamatkan warga yang kemungkinan masih tertimbun di bawah reruntuhan.

Cuaca buruk menjadi kendala yang harus mereka hadapi. Suhu di area yang terkena gempa kerap turun di bawah titik beku, dan beberapa area bahkan mengalami hujan salju lebat.

Gempa Dahsyat M 7,3 Vanuatu, Kemlu: Tidak Ada WNI Jadi Korban

Kastil berusia 2.000 tahun yang hancur akibat gempa Turki

Photo :
  • nypost.com
Pasukan Turki Siaga di Perbatasan Suriah, Milisi Kurdi Jadi Incaran

Menurut manajemen bencana Turkiye, Afad, episentrum gempa berkekuatan 7,4 SR itu terletak di provinsi Kahramanmaras yang dekat dengan perbatasan Suriah. Tidak lama kemudian, gempa susulan berkekuatan 6,6 SR terjadi di Provinsi Gaziantep, kata Afad.

Puzzle Lempengan yang Dinamis

Di Turki dan beberapa wilayah lain di dunia gempa Bumi menjadi hal yang biasa. Tapi, kenapa? Untuk menjawabnya, penting bagi kita untuk melihat kerak Bumi seperti puzzle yang dinamis.

Layaknya puzzle pada umumnya, kerak Bumi juga terdiri dari banyak kepingan-kepingan individu, yaitu lempeng samudra raksasa dan lempeng kerak benua kecil.

Belum ada konklusi hingga kini mengenai berapa banyaknya. Yang diketahui oleh para ilmuwan adalah lempeng-lempeng ini bergerak beberapa sentimeter (kira-kira 1 inchi) setiap tahun.

Mereka bisa menjauh, mendekat, atau kadang-kadang saling berhadapan, sehingga menyebabkan benua di atas mereka ikut bergerak. Pergerakan inilah yang disebut sebagai lempeng tektonik.

Risiko sangat tinggi

Gedung runtuh akibat gempa M 7,8 yang mengguncang Turki

Photo :
  • Depo Photos via AP

Turkiye telah lama mendapat perhatian khusus dari para peneliti gempa. Pusat Penelitian Geosains Jerman (GFZ) misalnya, telah memasang peralatan pengukur gempa di sana.

Mereka bahkan telah melakukan pemantauan seismik sejak 1980-an di negara tersebut. Menurut catatan GFZ, risiko gempa bumi di Turki dengan kategori sangat tinggi ada di seluruh wilayah sekitar Laut Marmara, di mana Istanbul berada.

Marco Bohnhoff, seismolog dari GFZ, bersama dengan para ahli lain mendasarkan perkiraan ini pada beberapa hal, yakni terjadinya beberapa gempa dahsyat sepanjang sejarah Istanbul, pergeseran benua yang masih terus berlangsung di bawah Laut Marmara, dan adanya area zona gempa tepat di luar Istanbul yang telah lama sepi.

Foto satelit dampak gempa di Kota Antakya, Turki

Photo :
  • Maxar Technologies

"Pertanyaannya sekarang bukan tentang apakah gempa bumi akan datang. Pertanyaannya adalah kapan gempa itu datang," kata Bohnhoff. Menurutnya, ada banyak bukti yang menunjukkan bahwa lempengan-lempengan di area tersebut “tersangkut”.

Dengan begitu membuat ketegangan meningkat. Pada akhirnya, mereka tidak akan mampu lagi menahan ketegangan, dan lempengan-lempengan yang saling mendorong akan bergerak dalam sentakan beberapa meter dalam hitungan detik, kata Bohnhoff.

Pentingnya Struktur Bangunan Stabil

Foto satelit before-after dampak gempa di Kota Antakya, Turki

Photo :
  • Maxar Technologies

Gelombang gempa Bumi yang menggerakkan tanah akan membahayakan bangunan dan infrastruktur, yang pada ujungnya akan membahayakan nyawa manusia pula. Tingkat kerusakannya tergantung pada seberapa kuat gempa yang terjadi.

Misalnya, gempa Bumi yang melanda wilayah perbatasan Turkiye-Suriah pada Senin, 6 Februari, telah meluluhlantakkan lebih dari 1.700 bangunan. Itu pun hanya di Turki saja.

Untuk itu, cara yang bisa dilakukan adalah dengan konstruksi tahan gempa. Namun sayangnya, ini sangat mahal, kata Bohnhoff.

Selain itu, kondisi tanah bangunan yang dibangun juga tidak kalah penting. Secara umum, semakin keras tanahnya, semakin baik, jelas Bohnhoff.

"Yang terbaik jika lapisan tanahnya adalah granit. Sementara sedimen kering seperti pasir atau tanah liat kurang disukai," tambahnya.

Menurut Bohnhoff, amplifikasi gerakan tanah lebih mungkin terjadi pada batuan dasar yang lunak, yang terkadang muncul bersama dengan likuifaksi. Ia menganalogikan proses tersebut dengan pasir basah di pantai.

"Jika Anda berulang kali lalu membentur tempat yang sama di pasir, udara akan terkumpul di lubang itu. Bawah permukaan menjadi tidak stabil," kata seismolog itu.

Dalam kesempatan terpisah, Mohammad Kashani, seorang profesor teknik struktur dan gempa dari Universitas Southampton di Inggris, menjelaskan bahwa bangunan yang runtuh akibat gempa pada Senin kemungkinan besar tidak dirancang untuk gempa berkekuatan besar.

Padahal menurutnya kombinasi kekuatan gempa yang besar dan kedalaman gempa yang dangkal membuat gempa tersebut menjadi sangat merusak.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya