Sisi Lain Hari Valentine
- CatersNews
VIVA Tekno – Hari Valentine yang dirayakan setiap 14 Februari menjadi momen romantis untuk banyak pasangan. Berbagai macam jenis perayaan dilakukan.
Tapi, sebenarnya, bagaimana fakta sampai tercetusnya Hari Valentine? Dan, apakah memang bisa disebut sebagai Hari Kasih Sayang?
Asal-usul perayaannya mungkin berawal dari masa lalu yang tragis. Pada era Romawi Kuno terkait kepercayaan paganisme, setiap tanggal 13-15 Februari diadakan upacara Lupecalia. Mereka akan menyembelih dua ekor kambing jantan dan seekor anjing.
Kulit dari kambing yang masih berlumuran darah kemudian dicambukkan ke para gadis muda oleh pria setengah telenjang untuk pemurnian dan kesuburan yang dilakukan hingga 496 Masehi.
Kemudian upacara itu dihapus oleh Paus Gelasius I, melarang Lupercalia dan menyatakan 14 Februari sebagai Hari Santo Valentinus (St Valentine). Siapakah dia?
Faktanya Hari Valentine atau Hari Kasih Sayang berawal dari sebuah perayaan keagamaan untuk memperingati tragedi pemenggalan kepala dari tiga orang martir Kristen pada abad ke-3.
Sumber-sumber kuno menguak bahwa ada beberapa Santo Valentinus yang meninggal dunia pada 14 Februari. Dua di antaranya dieksekusi pada masa pemerintahan Kaisar Roma Claudius II Gothicus pada 269-270 Masehi, ketika persekusi terhadap pengikut Kristen lazim terjadi.
Valentine pertama dipenggal karena telah mengembalikan penglihatan seorang gadis yang buta, yang jatuh cinta padanya. Kedua, seorang uskup yang saleh disiksa dan dieksekusi pada masa itu.
Kemudian, Valentine terakhir yang dieksekusi berasal dari Genoa yang menikahkan pasangan dan dianggap telah menentang aturan Kaisar Roma Claudius II Gothicus.
Saat itu ada larangan pernikahan dan pertunangan untuk pemuda Roma karena dipercaya pria lajang bisa menjadi prajurit yang baik.
Ia kemudian dipenjara dan konon jatuh cinta kepada putri dari orang yang memenjarakannya. Santo Valentinus membuat surat cinta sebelum dieksekusi secara sadis dengan kalimat akhir 'Dari Valentine-mu', menurut berbagai sumber yang diolah VIVA Tekno pada Selasa, 7 Februari 2023.
Bukti-bukti tersebut diketahui dari sebuah ordo yang beranggotakan biarawan asal Belgia yang mengumpulkan bukti-bukti selama tiga abad. Mereka juga disebut sebagai Bollandist.
Nama itu diambil dari Jean Bolland, seorang akademisi dari Ordo Jesuit yang menerbitkan 68 jilid 'Acta Sanctorum' atau Kehidupan Para Orang Suci pada awal 1643. Sejak itu, para biarawan melanjutkan penulisan hingga jilid terakhir yang terbit pada 1940.