Masih Banyak Perusahaan dan Pemerintahan Belum Sadar Keamanan Siber
- www.pixabay.com/geralt
VIVA Tekno – Pemerintah Indonesia sedang aktif mendorong transformasi digital untuk mempercepat pemulihan ekonomi. Melalui ekonomi dan transformasi digital, perekonomian Indonesia diyakini akan terbuka untuk potensi pertumbuhan ekonomi yang lebih besar, terutama di sektor-sektor seperti keuangan, manufaktur, dan layanan.
Dengan meningkatnya perekonomian digital, maka risiko keamanan siber juga mengalami hal yang sama. Dalam beberapa tahun terakhir, keamanan siber (cybersecurity) tidak hanya menjadi ancaman yang berkembang pesat, tetapi menjadi pertimbangan yang semakin penting bagi hampir setiap perusahaan dan pemerintahan.
Presiden Jokowi memandang bahwa kebocoran data akibat kejahatan siber (cybercrime) berpotensi menimbulkan kerugian ekonomi hingga US$5 triliun (Rp78 ribu triliun) pada 2024 sehingga perlu dimitigasi melalui jaminan keamanan di dunia maya (digital security) dan pelindungan privasi (privacy protection).
Salah satu hal yang menjadi inti pembahasan saat KTT G20 di Bali belum lama ini adalah bagaimana para pemangku kepentingan bisa mampu membangun kepercayaan sektor digital, termasuk melalui tata kelola digital global (global data governance).
Hal ini juga yang mendorong pemerintah mengesahkan landasan hukum untuk memberikan keamanan atas data pribadi yang menjadi hak asasi manusia (HAM) melalui Undang-Undang No 27 Tahun 2022 tentang Pelindungan Data Pribadi (UU PDP) pada 17 Oktober 2022.
"Banyak perusahaan dan lembaga pemerintahan yang masih belum menyadari pentingnya membangun kepercayaan sektor digital. Padahal, semakin pesatnya penggunaan teknologi dalam bisnis dan juga kehidupan sehari-hari, risiko keamanan serta pelanggaran hukum bidang siber selalu mengintai," Direktur Data Privacy Protection BDO Advisory, Novel Ariyadi, dalam keterangan resminya, Jumat, 16 Desember 2022.
Menurutnya, kerugian yang bisa ditimbulkan akibat pelanggaran hukum siber dan penyalahgunaan data dapat menyebabkan rusaknya reputasi korporasi, kerugian materiil, terdampaknya bisnis secara signifikan, pencurian hak kekayaan intelektual, hingga risiko fatal akibat rentannya keamanan nasional. "Sangatlah jelas bahwa perusahaan, pemerintah, dan individu harus bersinergi dan berkolaborasi dengan erat," jelas dia.