Ganja Dapat Hilangkan Rasa Sakit, tapi Hasil Studi Bawa Kabar Menyedihkan

ilustrasi ganja.
Sumber :
  • U-Report

VIVA Tekno – Ganja dianggap sebagai salah satu obat. Meskipun hanya ada beberapa negara yang melegalkan ganja untuk penggunaan rekreasional, namun lebih banyak negara melegalkannya karena alasan medis.

Rudal Misterius Hantam Pangkalan Tempur Amerika

Mengurangi rasa sakit adalah salah satu alasan paling umum orang melaporkan penggunaan ganja medis. Menurut survei nasional Amerika Serikat (AS), 17 persen responden yang melaporkan menggunakan ganja dalam satu tahun terakhir telah diresepkan ganja medis.

Dalam hal pengobatan sendiri, jumlahnya bahkan lebih tinggi dengan perkiraan antara 17-30 persen orang dewasa di Amerika Utara, Eropa, dan Australia melaporkan bahwa mereka menggunakannya untuk mengatasi rasa sakit.

Khalid Akui Dirinya Gay setelah Foto Pribadi Tersebar di Media Sosial

Meskipun ganja (dan produk turunan ganja, seperti CBD) dapat digunakan secara luas untuk mengurangi rasa sakit, seberapa efektifnya masih belum jelas. Inilah yang ingin diungkap oleh tinjauan sistematis dan meta-analisis.

Menko Airlangga: Indonesia Siap Mengakselerasi Pertumbuhan Ekonomi dan Investasi Berkelanjutan dari Amerika Serikat

Ilustrasi daun ganja.

Photo :
  • VIVA.co.id/Anry Dhanniary

Studi yang diterbitkan dalam Journal of American Medical Association menunjukkan ganja tidak lebih baik dalam menghilangkan rasa sakit daripada plasebo, menurut laman Science Alert, Rabu, 30 November 2022.

"Untuk melakukan penelitian, kami melihat hasil uji coba terkontrol secara acak di mana ganja dibandingkan dengan plasebo untuk pengobatan nyeri klinis. Kami secara khusus memasukkan studi yang membandingkan perubahan intensitas nyeri sebelum dan sesudah perawatan. Secara total, kami melihat 20 penelitian yang melibatkan hampir 1.500 orang," kata Filip Gedin.

Studi yang disertakan melihat berbagai kondisi nyeri berbeda (seperti neuropatik yang disebabkan oleh kerusakan saraf dan multiple sclerosis) serta jenis produk ganja –termasuk THC, CBD, dan ganja sintetis (seperti nabilone). Perawatan ini diberikan dalam berbagai cara, termasuk melalui pil, semprotan, minyak dan asap.

Mayoritas peserta penelitian adalah perempuan (62 persen) dan berusia antara 33 hingga 62 tahun. Sebagian besar penelitian dilakukan di AS, Inggris, atau Kanada serta menyertakan penelitian dari Brasil, Belgia, Jerman, Prancis, Belanda, Israel, Republik Ceko dan Spanyol.

Ilustrasi ganja.

Photo :
  • ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A

Meta-analisis menunjukkan bahwa nyeri dinilai secara signifikan kurang intens setelah pengobatan dengan plasebo, dengan efek sedang hingga besar, tergantung pada masing-masing orang.

Tim juga mengamati tidak ada perbedaan yang signifikan antara ganja dan plasebo untuk mengurangi rasa sakit. Ini menguatkan hasil meta-analisis 2021.

Faktanya meta-analisis 2021 ini juga menemukan bahwa studi berkualitas lebih tinggi dengan prosedur penyamaran yang lebih baik sebenarnya memiliki respons plasebo yang lebih tinggi.

Hal ini menunjukkan bahwa beberapa uji coba ganja yang dikontrol plasebo gagal untuk memastikan kebutaan yang benar, yang mungkin menyebabkan penilaian berlebihan terhadap efektivitas ganja medis.

Studi juga mengungkapkan banyak peserta dapat membedakan antara plasebo dan kanabis aktif, meskipun memiliki bau, rasa, dan penampilan yang sama.

"Jika mereka sadar bahwa mereka menerima atau tidak menerima cannabinoid, mereka cenderung memberikan penilaian yang bias tentang keefektifan intervensi. Jadi untuk memastikan para peneliti mengamati efek ganja yang sebenarnya, para peserta tidak dapat mengetahui apa yang mereka terima," jelasnya.

VIVA Militer: Rudal MGM-140 ATACMS buatan Amerika Serikat

Intelijen Amerika: Rusia Tidak Mungkin Lancarkan Serangan Nuklir!

Sementara Putin menyatakan sebaliknya.

img_title
VIVA.co.id
28 November 2024