AS Jalankan Operasi Intelijen Fitnah Rusia dan Iran Lewat Akun Palsu di Facebook dan Instagram

Meta.
Sumber :
  • Misrohatun Hasanah

VIVA Tekno – Militer Amerika Serikat (AS) telah membuat akun palsu di Facebook dan Instagram dalam upaya untuk menipu orang banyak, kata perusahaan induk Meta.

Bule Rusia Dideportasi, Overstay hingga Tak Bayar Tagihan RS Rp 33 Juta di Bali

Pakar keamanan di Meta menemukan beberapa kelompok akun palsu di platform, yang dianggap sebagai akun yang sah, menurut laman Independent, Jumat, 25 November 2022.

Akun-akun tersebut hadir tidak hanya di platform Meta tetapi juga di berbagai jaringan lainnya termasuk Twitter, YouTube, dan Telegram.

Indonesia di Atas AS dan Rusia dalam Hal Ini

Mereka menggunakan akun palsu sebagai bagian dari operasi intelijen untuk mendorong narasi pro-Barat di seluruh dunia selama beberapa tahun, menurut penyelidikan terhadap kampanye hitam tersebut.

"Meskipun orang-orang di balik operasi intelijen ini berusaha menyembunyikan identitas dan koordinasi mereka, tapi penyelidikan kami menemukan kaitan dengan individu yang terkait dengan militer AS," kata Meta dalam 'Adversarial Threat Report' terbarunya, yang merinci upaya tim keamanan untuk menghentikan kampanye yang menipu.

China: Veto AS atas Rancangan Resolusi DK PBB untuk Gaza Tunjukkan Standar Ganda

VIVA Militer: Tentara bayaran Ukraina dari Amerika Serikat (AS)

Photo :
  • military.com

Operasi intelijen lewat akun palsu di Facebook dan Instagram ini difokuskan ke berbagai negara, seperti Afghanistan, Aljazair, Iran, Irak, Kazakstan, Kyrgyzstan, Rusia, Somalia, Suriah, Tajikistan, Uzbekistan, dan Yaman.

Akan tetapi, operasi intelijen mereka terbukti tidak berhasil. Mayoritas postingan operasi intelijen militer AS itu memiliki sedikit atau tidak ada keterlibatan dari komunitas asli.

Beberapa di antaranya terdeteksi dan dinonaktifkan oleh sistem otomatis bahkan sebelum manusia menyelidikinya, kata Meta.

Pemindahan terjadi pada Juli hingga Agustus tahun ini, menurut laporan akademik ke dalam kampanye yang diumumkan awal tahun ini.

Laporan tersebut ditulis oleh peneliti independen di Graphika dan Stanford Internet Observatory, mengatakan bahwa akun palsu tersebut telah mendorong pesan pro-Barat dan anti-Rusia serta anti-Iran, misalnya, dan mengarahkannya ke situs web militer AS.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya