Setelah Jabodetabek, KPI Kawal Suntik Mati TV Analog Secara Nasional
- Pixabay/mohamed_hassan
VIVA Digital – Pada 2 November kemarin, pemerintah telah mematikan siaran TV analog di Jabodetabek. Dengan adanya hal tersebut, Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) menyatakan siap melanjutkan dan mengawal Analog Swicth Off (ASO) menuju penyiaran digital secara nasional.
Komisioner Bidang Pengelolaan Struktur dan Sistem Penyiaran KPID Jakarta Th. Bambang Pamungkas mengatakan bahwa rekomendasi hasil Rakornas tahun 2022 menjadi momentum dan pondasi kuat bagi KPI sebagai lembaga regulator.
"Bersama Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), KPI mengawal pelaksanaan migrasi analog menuju penyiaran digital sesuai yang diamanatkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja di klaster penyiaran pasal 60A di daerah-daerahnya masing-masing," ujarnya dalam rilis resmi, Kamis, 10 November 2022.
Rekomendasi lainnya terkait dengan ASO, bahwa KPI/D meminta ketegasan pemerintah untuk terus melakukan migrasi analog menuju penyiaran digital pasca Jabodetabek dengan menjaga ketersediaan dan harga Set Top Box (STB) dipasaran dan melanjutkan pembagian STB bagi masyarakat yang kurang mampu.
Bambang menyebut masih banyak masyarakat yang kurang tahu akan manfaat ASO. Bahwasannya migrasi ini akan menghasilkan penghematan penggunaan frekuensi, sehingga frekuensi 700 MHz yang sebelumnya digunakan penyiaran analog dapat dimanfaatkan untuk pengembangan internet.
Perahlian sistem akan memperluas akses internet di seluruh wilayah yang tidak dapat menangkap sinyal analog dan meningkatkan kecepatan internet.
Era penyiaran digital juga akan tumbuh melalui diversity of ownership dan diversity of content. Secara teknologi siaran TV digital akan jauh lebih baik dari penyiaran analog, baik dari bersih gambarannya, jernih suaranya, dan canggih teknologinya.
"Migrasi penyiaran digital harus segera dipercepat setelah wilayah Jabodetabek. Kominfo harus terus berupaya melakukan kegiatan sosialisasi dengan melibatkan peran KPI Daerah, pembagain STB gratis dan menjaga ketersedian STB," lanjutnya.
Keterlambatan migrasi akan berdampak buruk bagi pertumbuhan industri penyiaran di mana lembaga penyiaran menerima beban cost yang tinggi karena mengeluarkan biaya operasional lebih dengan adanya siaran analog dan digital.
Mereka juga meminta pemerintah untuk melakukan pengawasan terhadap ketersedian STB dipasaran agar masyarakat segera dapat menikmati siaran digital.
"Dan meminta kepada pemerintah untuk dapat mengendalikan harga STB yang saat ini banyak spekulan harga yang telah membuat harga STB tinggi, sehingga sangat memberatkan bagi masyarakat," imbuh Bambang.