3 Tips agar Kesehatan Mental Terjaga di Media Sosial

Stigmatisasi kesehatan mental yang masih sangat mengakar di kehidupan sosial kita (Shutterstock)
Sumber :
  • vstory

VIVA Tekno – 10 Oktober lalu dikenal sebagai Hari Kesehatan Mental Sedunia dan hari ini, tidak berlebihan jika mengaitkan dengan hubungannya antara kesehatan mental dan media sosial yang sangat akrab dengan kehidupan manusia sehari-hari.

Hati-hati, Modus Baru Judi Online Merasuki Media Sosial

Selain dapat membawa banyak manfaat bagi penggunanya, media sosial juga memiliki sisi negatif seperti, menimbulkan kecemasan, ketakutan akan kehilangan, cyberbullying, stres, hingga komplikasi lainnya.

Berdasarkan alasan tersebut, pakar Kaspersky membagikan kiat-kiatnya tentang bagaimana teknologi dapat membantu pengguna mengurangi stres online serta dapat melindungi diri mereka sendiri.

Kerupuk Melempem? Simak Trik Mudah untuk Membuatnya Renyah Lagi dalam Hitungan Menit!

Setidaknya terdapat tiga kiat-kiat yang dibagikan mulai dari membatasi berbagi berlebihan di sosial media, mempelajari cara menyikapi komentar negatif di sosial media, hingga membuat akun kita menjadi akun privat.

1. Batasi berbagi berlebihan di Sosial Media

Aset Tanah Murah di AS Milik Andika Perkasa Jadi Perbincangan di Medsos

Di era baru media sosial hari ini, salah satu opsi teraman adalah memperhatikan apa yang di bagikan secara online melalui sosial media kita.

Berbagi secara berlebihan dapat membuat pengguna menjadi lebih rentan terhadap kritik dari orang lain, yang justru berpotensi memperburuk kecemasan.

Alasan lainnya adalah juga untuk melindungi data pribadi pengguna dari orang asing. Misalnya, pengguna dapat secara tidak sengaja meninggalkan detail tiket penerbangan atau data lain seperti alamat pribadi di foto liburan.

Mengingat, hari ini, siapa pun dapat membuka akun seseorang dan melihat apa yang mereka bagikan dengan orang lain. Sehingga, memilah apa yang dibagikan di rasa dapat lebih aman bagi pengguna khususnya dengan tidak memberikan kesempatan kepada penipu untuk menggunakan informasi pribadi.

2. Pelajari cara menghadapi komentar ekstrem

Sayangnya, hampir tak terhindarkan pengguna akan menghadapi pengganggu disaat kita mengunggah banyak konten online.

Situasi tersebut bisa menjadi sangat sulit jika kalangan anak-anak yang harus menghadapinya.

Para ahli sebetulnya telah mendesak orang untuk tidak menanggapi komentar buruk atau menyakitkan ke dalam hati, menjadi kesal, atau yang bahkan hingga menyerah pada impian mereka.

Penting untuk diketahui bahwa troll atau agresor adalah ingin mencari reaksi karena tujuan utama mereka adalah untuk menyakiti atau memprovokasi emosi.

Semakin banyak perhatian yang diterima agresor, maka semakin mereka akan terus melanjutkan menulis postingan negatif tersebut.

Dalam menghadapi pengganggu tanpa membahayakan kesehatan mental, praktik yang baik untuk mengajari anak-anak cara menangani komentar negatif misalnya, mengabaikan postingan troll, menghapus komentar negatif, atau mungkin juga bisa menonaktifkan fitur komentar.

Selain itu, bantuan tambahan berupa istirahat sejenak dan detoks digital untuk menjauhkan diri dari jejaring sosial juga merupakan pilihan yang tepat, sehingga pengguna dapat bersantai sejenak dan berfokus pada diri sendiri.

3. Jadikan akun sosial pribadi (private)

Selain kedua kiat-kiat di atas, untuk mengurangi risiko bertemu pembenci atau berbagi informasi sensitif pada platform media sosial.

Mengunci akun dengan meningkatkan tingkat privasinya juga merupakan salah satu pertahanan yang cukup efektif.

Dengan mengunci akun sosial media, maka kemungkinan besar sang pemilik akun hanya akan dipertemukan oleh orang-orang yang memang pengguna tersebut kenali di dunia nyata.

Hal ini sekaligus juga meminimalisir komentar-komentar negatif yang ditinggalkan oleh para haters yang pada posisi tersebut tidak dapat mengakses akun yang telah lebih dulu digembok oleh pemiliknya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya