Aplikasi Ini Jadi Tempat yang Nyaman untuk Cuci Uang

Ilustrasi money laundering.
Sumber :
  • ICE.gov

VIVA Tekno – Renbridge, aplikasi cross-chain bridge untuk kripto, dituding sebagai tempat cuci uang (money laundering) yang nilainya mencapai US$540 juta (Rp8,2 triliun) bagi hacker atau pelaku kejahatan siber, menurut laporan 'The State of Cross-Chain Crime 2022', yang dikutip pada Rabu, 5 Oktober 2022.

Kelas BPJS Dihapus! Cek Iuran Terbaru Desember 2024 yang Harus Anda Bayar

Angka ini termasuk US$153 juta (Rp2,3 triliun) yang berasal dari pembayaran ransomware serta aset kripto yang diyakini telah dicuri oleh sindikat kriminal siber Lazarus Group yang disponsori Korea Utara dan kelompok hacker asal Rusia – keduanya berada dibalik serangan ransomware Conti – setidaknya dalam 2 tahun terakhir.

Menurut laporan yang sama, kelompok hacker Rusia telah cuci uang lebih dari US$53 juta (Rp805 miliar) menggunakan Renbridge. Cross-chain bridge merupakan bagian inti dari ekosistem Blockchain.

Robert Kiyosaki: Investasi Aset Nyata Jadi Pilihan Terbaik Amankan Kekayaan

Aplikasi ini dipakai investor untuk memindahkan aset dari satu Blockchain ke Blockchain lain melalui kustodian terpusat atau protokol otonom desentralistik. Renbridge merupakan jembatan desentralistik yang diciptakan oleh tim Ren (REN). Aplikasi ini membantu pengguna menjembatani aset antara sembilan Blockchain yang didukung.

Jadi, Renbridge adalah salah satu protokol paling popular untuk memindahkan dana di antara beragam Blockchain dan menyamarkan sumbernya. Sebab, jembatan ini tidak memakai entitas terpusat yang dapat mensensor atau membekukan transaksi.

BPKH Gandeng Lulu Group Tingkatkan Layanan ke Jemaah Haji RI

Cross-chain bridge memungkinkan aset kripto ditransfer antar Blockchain tanpa melalui layanan terpusat seperti pertukaran. Aset senilai miliaran dolar AS telah ditransfer dalam bentuk Bitcoin, Ethereum, dan Blockchain lainnya menggunakan jembatan seperti Portal, cBridge, dan Synapse.

Lantaran sebagai fasilitator utama money laundering, pergerakan hasil kejahatan siber antar Blockchain, atau disebut sebagai 'chain-hopping', sudah lama digunakan sebagai sarana untuk menghindari pajak dan pantauan penegak hukum. Caranya, pelaku menukarkan aset melalui pertukaran cryptoassets yang bisa dilakukan secara anonim.

Namun, pertukaran seperti ini sekarang sudah diatur di sebagian besar yurisdiksi yang mana diharuskan untuk mengidentifikasi pelanggan yang bertransaksi serta memberikan informasi kepada aparat penegak hukum.

"Nah, cross-chain bridge sifatnya terdesentralisasi dan tidak diatur maka memberikan alternatif bagi para pelaku kejahatan siber," demikian menurut laporan 'The State of Cross-Chain Crime 2022'.

Ya, Renbridge menjadi sangat populer di kalangan hacker yang ingin menyembunyikan hasil rampokannya. Cryptoassets yang dicuri dari bursa dan layanan DeFi senilai US$267,2 juta lalu 'dicuci' melalui Renbridge selama dua tahun terakhir.

Angka ini termasuk US$33,8 juta (Rp513 miliar) yang berhasil dicuri dari bursa pertukaran kripto Jepang Liquid pada Agustus 2021. Secara total, US$97 juta (Rp1,4 triliun) sudah dicuri dari Liquid dalam serangan siber yang dikaitkan dengan Korea Utara.

Kemudian, beberapa waktu lalu, uang sebesar US$156 juta (Rp2,4 triliun) juga telah dicuri dari Nomad bridge, menyusul ditemukannya bug yang dieksploitasi oleh banyak orang di mana diduga kuat pelakunya kelompok yang sama.

Cross-chain bridge seperti Renbridge menimbulkan tantangan bagi regulator negara di seluruh dunia, karena tidak ada penyedia layanan pusat yang memfasilitasi transaksi lintas jaringan tersebut.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya