Amerika dan Rusia Perang Nuklir, Kiamat Sudah Dunia

Ilustrasi perang nuklir.
Sumber :
  • Getty Images

VIVA Tekno – Sebuah studi baru menunjukkan, diperkirakan terdapat lebih dari 5 miliar orang, atau sekitar 63 persen dari populasi dunia saat ini akan mati karena kelaparan setelah perang nuklir skala penuh antara Amerika Serikat, Rusia dan sekutu mereka.

Kunjungan ke AS, Prabowo Kenalkan Menlu Sugiono dan Seskab Mayor Teddy ke Joe Biden

Menurut para peneliti, konflik tersebut akan menciptakan kebakaran luas yang dapat mengeluarkan hingga 165 juta ton (150 juta metrik ton) jelaga ke atmosfer Bumi, yang menyebabkan penurunan panen di AS dan Rusia pengekspor makanan yang akan membuat produksi kalori global anjlok sebanyak hampir 90 persen, seperti dikutip dari situs Livescience, Minggu, 21 Agustus 2022.

Studi tersebut juga menunjukkan, perang nuklir skala penuh ini akan menghasilkan perubahan iklim yang belum pernah terjadi sebelumnya dalam sejarah manusia, dalam perang nuklir AS-Rusia, lebih banyak orang akan mati karena kelaparan di India dan Pakistan saja daripada di negara-negara yang benar-benar berperang.'  Ujar Alan Robock, seorang profesor ilmu iklim di Rutgers University di New Jersey.

Profesor Politik Analisis Makna Penting di Balik Rute Perjalanan Luar Negeri Prabowo

Lebih dalam ia menamakan fenomena ini sebagai, "musim dingin nuklir" yang dalam skenario kiamat ini, debu dan asap radioaktif akan menghalangi sebagian besar cahaya matahari. Dengan turunnya suhu, banyak tanaman dunia yang akan diselimuti oleh kesuraman dengan menciptakan kelaparan global dan memusnahkan miliaran orang.

Adapun, studi ini diterbitkan pada 15 Agustus di jurnal Nature Food, sekaligus juga menjadi sebuah studi yang terbaru dalam empat dekade terakhir tentang penelitian penting yang mencoba untuk menggambarkan ancaman perang nuklir.

Iran Dukung Upaya Rusia Stop "Mesin Pembunuh Israel" Bantai Warga Sipil di Lebanon

Saat ini, terdapat sekitar 12.705 hulu ledak nuklir yang terdapat di dunia, Rusia memiliki sekitar 5.977, Amerika Serikat memiliki 5.428, yang disusul oleh China pada posisi ketiga dengan 350, dan India dan Pakistan yang masing-masing memiliki 160 dan 165.

Studi ini juga memprediksi, jika perang nuklir global skala penuh yang melibatkan AS dan Rusia terjadi, maka akan menghasilkan kebakaran besar yang tak terhitung jumlahnya yang dapat menutupi langit dengan 165 juta ton atau sekitar 150 juta metrik ton jelaga.

Selain itu, para peneliti juga menemukan bahwa dalam skenario terburuk perang nuklir antara AS dan Rusia, suhu di permukaan bumi akan turun sebanyak 16 derajat Celcius atau lebih dari tiga kali perbedaan suhu saat ini denga zaman es terakhir dan 5 miliar orang akan binasa. Sementara itu, teruntuk daerah yang paling terpukul adalah negara-negara pengimpor makanan di Afrika dan Timur Tengah.

Sementara saat ini, jumlah keseluruhan nuklir dunia memang telah mengalami penurunan tajam sejak akhir Perang Dingin. Tetopi, untuk jumlah negara yang memiliki senjata telah meningkat, dan perjanjian damai bilateral antara AS dan Rusia juga telah dibatalkan oleh Presiden Rusia Vladimir Putin dan AS saat itu dan disatu sisi, China dapat merencanakan untuk melipatgandakan persenjataan nuklirnya menjadi lebih dari 1.000 pada akhir dekade ini.

"Semua negara bersenjata nuklir meningkatkan atau meningkatkan persenjataan mereka, dan sebagian besar mempertajam retorika nuklir dan peran senjata nuklir dalam strategi militer mereka," tulis Stockholm International Peace Research Institute dalam laporan tahunan terbarunya.

Sehingga berdasarkan kondisi tersebut, kebutuhan bagi negara-negara di dunia untuk berkomitmen pada strategi perlucutan senjata jangka panjang yang akan memberantas senjata nuklir dari planet ini menjadi sangat penting.

"Jika senjata nuklir ada, mereka dapat digunakan, dan dunia telah beberapa kali mendekati perang nuklir," kata Robock.

 “Melarang senjata nuklir adalah satu-satunya solusi jangka panjang. Perjanjian PBB tentang Larangan Senjata Nuklir yang berusia 5 tahun telah diratifikasi oleh 66 negara tetapi tidak satu pun dari sembilan negara nuklir. Pekerjaan kami memperjelas bahwa inilah saatnya bagi sembilan negara bagian itu untuk mendengarkan sains dan seluruh dunia dan menandatangani perjanjian ini.” Timpalnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya