Monyet Bali Temukan Cara Bikin Sex Toys
- flickr
VIVA Tekno – Dalam beberapa tahun terakhir, kera jantan maupun kera betina di Mandala Suci Wenara Wana atau Monkey Forest Ubud, Bali, terlihat menggosok dan menempelkan batu di alat kelamin mereka, membuat para ilmuwan mengajukan hipotesis soal sex toys atau mainan seks.
Hipotesis ini menyatakan bahwa batu-batu itu digunakan oleh kera Bali untuk masturbasi yang diarahkan sendiri dan dibantu alat, mirip dengan apa yang telah terlihat pada simpanse, landak, lumba-lumba juga manusia.
Masturbasi jarang menyebabkan ejakulasi yang sebenarnya untuk hewan jantan. Hal ini membuat sulit untuk menentukan seberapa besar kesenangan yang sebenarnya diterima monyet dari permainan batu.
Konon, kera jantan mengalami ereksi saat menggosok atau menempelkan alat kelaminnya dengan batu, yang tidak terjadi ketika mereka menyentuh batu ke bagian lain dari tubuh mereka.
Terlebih lagi, kera betina cukup pilih-pilih tentang bentuk batu apa yang mereka pilih untuk kesenangan diri, yang menunjukkan bahwa mereka memilih yang paling cocok, seperti batu dengan tepi tajam atau tekstur kasar.
"Secara keseluruhan data kami sebagian mendukung hipotesis mainan seks (sex toys) yang mengetuk dan menggosokkan batu ke area genital dan inguinal adalah perilaku yang bermotivasi seksual," kata peneliti.
Studi ini didasarkan pada rekaman video di Sacred Monkey Forest yang dikumpulkan oleh para ilmuwan antara 2016 hingga 2019, menurut laman Science Alert, Minggu, 21 Agustus 2022.
Penulis mengumpulkan ratusan contoh masturbasi dengan bantuan alat oleh kelompok kera lokal selama periode ini. Sebagian besar monyet yang melakukannya adalah jantan.
Di antara primata, masturbasi betina jarang didokumentasikan. Ini bisa jadi karena bias manusia atau fakta bahwa lebih sulit untuk mengetahui kapan seorang wanita terangsang secara seksual.
Sulit untuk mengatakan mengapa kera di Bali menggunakan batu untuk menyentuh diri mereka sendiri, tetapi para peneliti berpikir bahwa jawaban paling sederhana adalah karena rasa enak yang mereka rasakan.
"Saya pikir kita mungkin dapat dengan yakin mengatakan bahwa waktu luang yang mereka miliki sebagai hasil dari adanya perilaku tersebut. Ini adalah penjelasan besar untuk (permainan batu)," kata ahli ekologi evolusioner Camilla Cenni.
Tapi waktu luang bukan penjelasan yang cukup, tambahnya. Cenni berpikir itu hanya bagian dari cerita. Bagian lain, sulit untuk ditentukan karena peneliti harus melihat monyet pertama yang melakukannya.