Dana Alibaba Ngucur, Nafas Smartfren Jadi Panjang
- VIVA.co.id/Agus Tri Haryanto
VIVA Tekno – Direktur Indonesia ICT Institute Heru Sutadi mengatakan jika benar Alibaba mengucurkan dana sebesar US$100 juta (Rp1,5 triliun) kepada PT Smartfren Telecom Tbk, maka akan menjadi nafas baru bagi operator telekomunikasi milik Sinar Mas Group tersebut.
Karena, Smartfren sudah menghadapi kerugian setidaknya dalam sepuluh tahun terakhir. "Kalau benar, setidaknya memberikan nafas baru bagi Smartfren. Sebab, mereka menderita kerugian besar selama satu dekade ini," kata dia kepada VIVA Tekno, Kamis malam, 28 Juli 2022.
Heru memperkirakan investasi sebesar US$100 juta ini nantinya hanya akan cukup untuk menutupi kerugian tahunan saja. Alih-alih mampu membuat Smartfren dapat bersaing dengan operator telekomunikasi yang lain di Tanah Air.
"Begini. Industri telekomunikasi itu padat modal Jadi perlu dilihat besaran nilai investasi dari Alibaba. Kalau hanya US$100 juta itu cuma bisa menutupi sebagai kerugian tahunan Smartfren saja. Jadi belum bisa sebagai bahan bakar bersaing dengan operator telekomunikasi lainnya," jelas Heru.
Ia menambahkan langkah yang paling tepat untuk diambil oleh Smartfren adalah melakukan konsolidasi. Selain itu, Heru juga mengutip hasil kajian Kementerian Komunikasi dan Informatika atau Kominfo pada lima tahun lalu, yang menyebutkan idealnya hanya tiga operator telekomunikasi di Indonesia.
Saat ini, pasar telekomunikasi Indonesia didominasi oleh tiga pemain utama yang meliputi, Telkomsel, XL Axiata, dan Indosat Ooredoo. Sementara itu, Indosat Ooredoo memperluas ekosistemnya dengan mengakuisisi Tri Indonesia melalui kesepakatan senilai US$6 miliar (Rp89,5 triliun) pada tahun ini.
Sebelumnya, raksasa teknologi asal China, Alibaba, berniat untuk berinvestasi PT Smartfren Telecom yang merupakan bagian dari Sinar Mas Group, dengan nilai kesepakatan yang diperkirakan bernilai lebih dari US$100 juta (Rp1,5 triliun).
Perusahaan milik Jack Ma ini sebenarnya sudah hadir di Indonesia melalui kehadiran PT Akulaku Silvrr Indonesia yang merupakan bagian dari e-commerce dan keuangan digital Akulaku Group, yang kini mengendalikan 25,66 persen dari pemberi pinjaman digital Indonesia, Bank Neo Commerce.