Lupa Etika di Media Sosial
- radicalparenting.com
VIVA – Di era globalisasi seperti sekarang, kemajuan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) di Indonesia tidak bisa dihindari karena cepatnya penyebaran informasi melalui digital.
Manusia dengan mudahnya mengakses foto dan video melalui Instagram, Facebook, dan berbagai platform digital lainnya, serta mendapatkan informasi hingga mencari pengetahuan hanya dengan satu genggaman saja, yaitu gadget atau gawai.
Untuk itu, Kementerian Komunikasi dan Informatika atau Kominfo terus berupaya untuk meningkatkan literasi digital 50 juta masyarakat Indonesia pada 2024. Di antaranya menggandeng Pemerintah Provinsi Bali dan Nusa Tenggara.
"Saat ini banyak pengguna media sosial sering membelakangi (lupa) etika dalam berkomunikasi di dunia maya. Contohnya, berargumen negatif terhadap suatu unggahan yang menurutnya tidak memenuhi standard kecantikan," ungkap Relawan TIK Bidang Penelitian dan Pengembangan SDM Provinsi Bali, Ni Kadek Dwi Febriani, dalam konferensi pers virtual, Selasa, 19 Juli 2022.
Selain itu, lanjut dia, tidak sedikit dari pengguna saling menjelek-jelekkan nama baik serta melontarkan kata yang tidak senonoh dan menyebabkan cyber bullying atau perundungan siber.
Hal tersebut dapat menyerang mental para korban sehingga mereka merasa tertekan bahkan mengganggu kesehatan mental.
"Kebanyakan dari mereka mengalami depresi, insomnia, dan stres," paparnya. Sebagai pengguna yang memanfaatkan teknologi digital, Ni Kadek mengingatkan masyarakat supaya mengerti dan paham dengan fitur yang disediakan platform media sosial agar identitas diri tidak disalahgunakan.
Harus diakui jika pandemi COVID-19 memaksa masyarakat untuk mengubah kebiasaan, baik dari sisi kesehatan maupun memanfaatkan dunia digital. Hal tersebut diungkapkan oleh Dosen Bisnis Digital Universitas Bali Internasional, A A Ngurah Bagus Aristayudha.
"Dunia digital sangat rentan dari serangan hacker yang sengaja membajak akun dengan berbagai kepentingan. Sebaiknya, Anda waspada dengan pembajakan akun media sosial," tutur dia.
Ngurah melanjutkan, banyak orang yang sharing pengalaman ketika akun mereka dibajak dengan berbagai modus penipuan. Mulai dari hadiah pulsa sampai meminta kode OTP atau One Time Password.
"Niat hacker, kan, menguasai akun media sosial korban. Mereka bisa dengan leluasa melakukan modus kejahatan menggunakan nama, foto, serta identitas digital yang dimiliki korban," katanya, mengingatkan.