Jangan Hanya Fokus pada RUU Perlindungan Data Pribadi

Serangan ransomware masih menghantui Indonesia.
Sumber :
  • VIVA/Muhammad Naufal

VIVA – Laporan terbaru Interpol menyebut ada 1,3 juta kasus ransomware di Indonesia. Dari angka sebesar itu, sebanyak 90 persen pelanggaran berasal dari serangan situs dan email. Selain itu ada masalah lain. Indonesia belum memiliki payung hukum soal perlindungan data pribadi.

4,6 Juta Serangan ke Indonesia Berhasil Digagalkan

Hingga saat ini, Rancangan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (RUU PDP) masih dalam pembahasan di DPR. Belum adanya payung hukum membuat Indonesia ketinggalan dari negara tetangga seperti Singapura dan Malaysia yang sudah memiliki beleid tersebut. Lantas, apa komentar Regional Director Southeast Asia Menlo Security, CK Mah?

"Kebijakan memang penting, tapi hanya memberikan semacam framework (kerangka kerja) serta dorongan bagi perusahaan atas apa yang harus mereka lakukan. Jadi, perusahaan masih harus mengambil tindakan sendiri untuk menangkal serangan siber," ungkapnya di Jakarta, Senin, 6 Juni 2022.

Sebelum Disepakati, Baleg DPR Sebut Ada 299 RUU Masuk Usulan

Ia mengingatkan bahwa kebijakan akan efektif jika dilakukan eksekusi. Dalam hal ini, lanjut Mah, kebijakan harus kolaborasi dengan teknologi. Sebab, negara-negara seperti Malaysia, Singapura, dan Thailand punya kebijakan tersebut sehingga efektif dalam melawan kejahatan siber.

Saat ini, pembahasan RUU PDP mengandung 72 pasal dan 15 bab. Pembahasan masih berkutat pada perdebatan antara pemerintah dengan DPR terkait dengan lembaga otoritas pengawas perlindungan data pribadi.

Baleg DPR Setujui RUU DKJ Dibawa ke Rapat Paripurna

Pemerintah, dalam hal ini Kementerian Komunikasi dan Informatika atau Kominfo, menghendaki agar lembaga ini berada di bawah mereka. Sementara DPR ingin lebih bersifat independen dan berada langsung di bawah Presiden.

Pandemi COVID-19 mendorong percepatan digitalisasi di seluruh dunia, termasuk Indonesia. Saat ini, Indonesia memiliki 202 juta pengguna internet yang berkontribusi sekitar US$70 miliar (Rp1.009 triliun) terhadap ekonomi digital nasional pada 2021, dengan angka proyeksi mencapai US$146 miliar (Rp2.105 triliun) pada 2025.

Meskipun begitu, pertumbuhan digital yang begitu pesat ini juga terdapat sisi negatif, seperti meningkatnya ancaman siber. Laporan terbaru dari NCSI menempatkan tingkat keamanan siber Indonesia pada posisi ke-6 di ASEAN, dan ke-83 dari 160 negara dalam kancah global.

Hal ini juga diperkuat oleh laporan Interpol, bahwa sepanjang 2021 terdapat 2,7 juta kasus ransomware terdeteksi menyerang negara-negara ASEAN. Sayangnya, Indonesia memimpin dengan total 1,3 juta kasus.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya