Persediaan Air di Bulan Cukup

Bumi dan Bulan.
Sumber :
  • Freepik

VIVA – Bulan bisa menampung cukup air di bawah permukaannya untuk memenuhi kebutuhan manusia membangun pangkalan serta sebagai bahan bakar roket, ungkap sebuah studi baru.

Gemuk Lemak atau Gemuk Air? Kenali Perbedaannya dan Cara Mengatasinya

Para ilmuwan percaya gas dari letusan gunung berapi purba bisa meninggalkan es setebal ratusan kaki terkubur di Bulan yang kemungkinan besar terletak di kutubnya.

Mereka percaya bahwa 2/5 dari uap air yang dimuntahkan gunung berapi yang meletus 2-4 miliar tahun silam mengendap di kawah yang tidak dapat dijangkau oleh sinar Matahari.

Manfaat Soda Kue untuk Kebersihan Toilet: Solusi Murah dan Efektif

Selama waktu itu, ribuan mil persegi permukaan Bulan tertutup sungai besar dan danau lava yang telah menciptakan bercak-bercak gelap, membuat satelit alami Bumi itu memiliki penampakan yang khas.

Studi yang diterbitkan di The Planetary Science Journal menyebut bahwa gunung berapi berpotensi meninggalkan simpanan es, terutama di sekitar kutub yang tebalnya bisa puluhan atau bahkan ratusan kaki.

Mengintip Proses Pembuatan Air Minum, dari Mata Air Sampai ke Tangan Masyarakat

"Ini akan menjadi hadiah bagi penjelajah masa depan yang membutuhkan air untuk diminum dan diproses menjadi bahan bakar roket," kata Ilmuwan Paul Hayne, seperti dikutip dari situs Metro, Selasa, 31 Mei 2022.

Studi baru menambah bukti yang berkembang bahwa Bulan menyimpan lebih banyak air daripada yang diyakini banyak ilmuwan sebelumnya.

Dalam sebuah studi pada 2020, Hayne dan rekan-rekannya memperkirakan bahwa hampir 6.000 mil persegi permukaan Bulan diisi oleh es, sebagian besar ada di dekat Kutub Utara dan Selatan.

Namun, dari mana air itu berasal masih belum jelas. Hayne menyebut ada banyak sumber potensial, salah satunya adalah gunung berapi purba yang letusan besarnya diperkirakan telah memuntahkan cukup banyak karbon monoksida dan uap air untuk menciptakan atmosfer tipis dan berumur pendek.

Atmosfer itu bisa saja meninggalkan es di permukaan. Untuk menguji teori, ia bersama para ilmuwan memakai simulasi komputer untuk menciptakan kembali kondisi di Bulan jauh sebelum kehidupan kompleks muncul di Bumi.

Mereka memperkirakan pada puncak aktivitasnya Bulan mengalami erupsi setiap 22 ribu tahun sekali. Tim juga melacak bagaimana gas vulkanik berputar di sekitar Bulan, melarikan diri ke luar angkasa dari waktu ke waktu dan kondisinya menjadi sedingin es.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya