Masyarakat Diminta Pandai Memilah Informasi agar Tak Termakan Hoax
- PeopleOnline
VIVA – Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (Mafindo) melihat kemungkinan adanya unsur persaingan bisnis terkait isu Bisphenol A (BPA).
Namun demikian, mereka berharap unsur kesehatan pangan tetap harus menjadi perhatian bersama. Mafindo juga tidak pernah mengatakan bahwa isu hoax terkait BPA galon guna ulang ini tidaklah benar.
"Kami tidak menutup mata memang adanya kemungkinan persaingan bisnis atau usaha terkait isu BPA ini. Tapi, saya bukan ahli persaingan bisnis. Saya cuma orang yang mengerti apa itu metodologi sains,” ujar Presidium Mafindo Bidang Cek Fakta, Eko Juniarto, Senin, 25 April 2022.
Ia menyoroti isu BPA karena membaca adanya temuan baru BPOM yang mengatakan bahwa pada uji post-market 2021-2022.
Mafindo juga mengutip apa yang disampaikan Deputi Bidang Pengawasan Pangan Olahan BPOM, Rita Endang, bahwa hasil uji migrasi BPA menunjukkan sebanyak 33 persen sampel pada sarana distribusi dan peredaran, serta 24 persen sampel pada sarana produksi berada pada rentang batas migrasi BPA 0,05 mg/kg yang ditetapkan Otoritas Keamanan Makanan Eropa (EFSA) dan 0,6 mg/kg berdasarkan ketentuan di Indonesia.
"Kan, memang masih dievaluasi oleh BPOM. Mafindo masih menunggu hasil evaluasi dari BPOM. Namun, kalau melihat standard yang berlaku di Eropa dan Kanada, sepertinya akan disesuaikan ambang batas amannya," tutur Eko.
Dari sisi ilmiah, Pakar Polimer Institut Teknologi Bandung (ITB), Ahmad Zainal Abidin, sudah menjelaskan bahwa Polikarbonat (PC) itu merupakan bahan plastik yang aman.
Menurut dia, antara BPA dan PC itu dua hal yang berbeda. Banyak orang salah mengartikan antara bahan kemasan plastik Polikarbonat dan BPA sebagai prekursor pembuatnya.
Zainal mengatakan beberapa pihak sering hanya melihat dari sisi BPA-nya saja yang disebutkan berbahaya bagi kesehatan tanpa memahami bahan bentukannya, yaitu Polikarbonatnya yang aman jika digunakan menjadi kemasan pangan.
Menurutnya, BPA itu memang ada dalam proses untuk pembuatan plastik PC. Ia pun mengibaratkannya seperti garam NaCl (Natrium Chloride), di mana masyarakat bukan mau menggunakan Klor yang menjadi bahan pembentuk garam itu, tapi yang digunakan adalah NaCl yang tidak berbahaya jika dikonsumsi.
"Jadi, dalam memahami ini, masyarakat harus pandai dan mengerti agar tidak dibelokkan oleh informasi yang bisa menyesatkan (hoax) dan merugikan," tegas Zainal.
Ia juga berharap berita-berita terkait BPA galon guna ulang harus dijelaskan secara ilmiah dan jangan dikontroversikan menurut ilustrasi masing-masing yang bisa menyesatkan.
Pakar Teknologi Pangan dari Institut Pertanian Bogor (IPB), Eko Hari Purnomo, juga mengatakan BPA yang ada dalam kemasan galon guna ulang jika ditinjau secara ilmiah, itu sebuah hal yang mustahil untuk menimbulkan bahaya.
"Tidak mungkin ada migrasi atau perpindahan BPA dari kemasan galon ke dalam airnya, mengingat BPA itu tidak larut dalam air. BPA ini hanya larut dalam pelarut organik seperti alkohol, eter, ester, keton, dan sebagainya," ujar dia.